Minggu, 27 April 2014

Rukun Puasa Wajib

Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah 

Ada perberbedaan pendapat dalam masalah niat. 
Mazhab Hanafi dan Hanbali bahwa niat adalah syarat sah puasa, 
sedangkan mazhab Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa niat termasuk rukun selain menahan (dari pembatal puasa).  Baik niat dianggap rukun atau syarat, yang jelas puasa –seperti ibadah lainnya-  tidak sah tanpa niat,  kemudian menahan diri dari pembatal-pembatal (puasa).
(Al-Bahru Ar-Raiq, 2/276. Mawahibul Jalil, 2/378. Nihayatul Muhtaj, 3/149. Nailul Ma’arib Syarh Dalil At-Thalib, 1/274).



وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187). Yang dimaksud dari ayat adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan yang dimaksud benang secara hakiki.
Dari ‘Adi bin Hatim ketika turun surat Al Baqarah ayat 187, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya,
إِنَّمَا ذَاكَ بَيَاضُ النَّهَارِ مِنْ سَوَادِ اللَّيْلِ
Yang dimaksud adalah terangnya siang dari gelapnya malam”  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan seperti itu pada ‘Adi bin Hatim karena sebelumnya ia mengambil dua benang hitam dan putih. Lalu ia menanti kapan muncul benang putih dari benang hitam, namun ternyata tidak kunjung nampak. Lantas ia menceritakan hal tersebut pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau pun menertawai kelakukan ‘Adi bin Hatim.

0 komentar:

Posting Komentar