Para da`i dan guru ngaji sering mengajarkan tauhid kepada santrinya dan banyak pula guru ngaji dan pendakwah tersebut belum tahu apa itu tauhid maka dibawah ini akan disampaikan mengenai tauhid, pembagian tauhid dan hal-hal yang dibahas dalam ilmu tauhid
Tauhid diambil kata bahasa arab merupakan bentuk masdar dari
fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang
artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu
menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian
baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh
tata nilai dan norma Islam, sehingga oleh karenanya Islam dikenal sebagai agama
tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan. Bahkan gerakan-gerakan pemurnian
Islam terkenal dengan nama gerakan muwahhidin ( yang memperjuangkan tauhid ).
Secara istilah syar’i,
tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal Mencipta, Menguasai, Mengatur dan
mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan
penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul Husna (Nama-nama yang
Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya
dari kekurangan dan cacat.
Pembagian TauhidDari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.
Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ
“Segala puji bagi Allah yang
telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al
An’am: 1)Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Sungguh jika kamu bertanya
kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan
mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Sungguh jika kamu bertanya
kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan
langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan
menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al
Ankabut 61)Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.
Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)
Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:
إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya Engkaulah yang Kami
sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah:
5)Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ
“Sungguh telah kami utus
Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja
dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).
Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??
Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullahshallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
وَلِلَّهِ
الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah nama-nama
yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS.
Al A’raf: 180)Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.
Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.
Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.
Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang
menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS.
Asy Syura: 11)
Adapun
perkara yang dibicarakan dalam ilmu tauhid adalah dzat Allah dilihat dari segi
apa yang wajib (harus) bagi Allah dan Rasul Nya, apa yang mustahil dan apa yang
jaiz (boleh atau tidak boleh)
Jelasnya,
ilmu Tauhid terbagi dalam tiga bagian:
1. Wajib
2. Mustahil
3. Jaiz (Mungkin)
1. Wajib
2. Mustahil
3. Jaiz (Mungkin)
.
1- WAJIB
1- WAJIB
Wajib
dalam ilmu Tauhid berarti menentukan suatu hukum dengan mempergunakan akal
bahwa sesuatu itu wajib (mutlak) atau tidak boleh tidak harus demikian
hukumnya. Hukum wajib dalam ilmu tauhid ini ditentukan oleh akal tanpa lebih
dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
Contoh
yang ringan, uang seribu 1000 rupiah adalah lebih banyak dari 500 rupiah.
Artinya akal atau logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 1000 rupiah
itu lebih banyak dari 500 rupiah. Tidak boleh tidak, harus demikian hukumnya.
Contoh lainnya, seorang ayah usianya harus lebih tua dari usia anaknya. Artinya
secara akal bahwa si ayah wajib atau harus lebih tua dari si anak
Ada lagi
hukum wajib yang dapat ditentukan bukan dengan akal tapi harus memerlukan
penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya, Bumi itu bulat.
Sebelum akal dapat menentukan bahwa bumi itu bulat, maka wajib atau harus
diadakan dahulu penyelidikan dan mencari bukti bahwa bumi itu betul betul
bulat. Jadi akal tidak bisa menerima begitu saja tanpa penyelidikan lebih
dahulu.
.
2- MUSTAHIL
Mustahil
dalam ilmu tauhid adalah kebalikan dari wajib. Mustahil dalam ilmu tauhid
berarti akal mustahil bisa menentukan dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu
itu harus demikian.
Hukum
mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu
memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.
Contohnya
, uang 500 rupiah mustahil lebih banyak dari 1000 rupiah. Artinya akal atau
logika kita dapat mengetahui atau menghukum bahwa 500 rupiah itu mustahil akan
lebih banyak dari1000 rupiah. Contoh lainnya, usia seorang anak mustahil
lebih tua dari ayahnya. Artinya secara akal bahwa seorang anak mustahil lebih
tua dari ayahnya.
Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu Tauhid, hukum mustahil juga ada yang ditentukan dengan memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini berbentuk tiga segi. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil bumi ini berbentuk segi tiga, perkara tersebut harus diselidik dengan cermat yang bersenderkan kepada dalil kuat.
Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu Tauhid, hukum mustahil juga ada yang ditentukan dengan memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini berbentuk tiga segi. Jadi sebelum akal dapat menghukum bahwa mustahil bumi ini berbentuk segi tiga, perkara tersebut harus diselidik dengan cermat yang bersenderkan kepada dalil kuat.
.
3- JAIZ (MUNGKIN):
Apa arti
Jaiz (mungkin) dalam ilmu Tauhid? Jaiz (mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal
kita dapat menentukan atau menghukum bahwa sesuatu benda atau sesuatu dzat itu
boleh demikian keadaannya atau boleh juga tidak demikian. Atau dalam arti
lainya mungkin demikian atau mungkin tidak. Contohnya: penyakit seseorang itu mungkin
bisa sembuh atau mungkin saja tidak bisa sembuh. Seseorang adalah dzat dan
sembuh atau tidaknya adalah hukum jaiz (mungkin). Hukum jaiz (Mungkin) disini,
tidak memerlukan hujjah atau dalil.
Contoh
lainya: bila langit mendung, mungkin akan turun hujan lebat, mungkin turun
hujan rintik rintik, atau mungkin tidak turun hujan sama sekali. Langit mendung
dan hujan adalah dzat, sementara lebat, rintik rintik atau tidak turun hujan
adalah Hukum jaiz (Mungkin).
Seperti
hukum wajib dan mustahil, hukum jaiz (mungkin) juga kadang kandang memerlukan
bukti atau dalil. Contohnya manusia mungkin bisa hidup ratusan tahun tanpa
makan dan minum seperti terjadi pada kisah Ashabul Kahfi yang tertera dalam
surat al-Kahfi. Kejadian manusia bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum
mungkin terjadi tapi kita memerlukan dalil yang kuat diambil dari al-Qur’an.
.
SIFAT SIFAT ALLAH
Wajib bagi
setiap muslim mukallaf yaitu yang memiliki akal yang sehat dan sudah masuk
dewasa mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak
terhingga bagi Allah. Sifat sifat Allah itu banyak sekali dan tidak terhitung.
Seandainya air laut dijadikan tinta untuk untuk menulis sifat sifat Allah tentu
kita tidak akan mampu mencatatnya. Maka dari itu Abu Manshur Al-Maturidi
membatasi 20 sifat yang wajib (artinya harus ada) pada Allah. Jika tidak
memiliki sifat itu, berarti dia bukan Allah.
Jadi,
minimal kita harus memahami dan meyakini 20 sifat tersebut agar tidak tersesat.
Setelah itu kita bisa mempelajari sifat Allah lainnya yang banyak. Sebagaimana
wajib dipercayai akan sifat Allah yang dua puluh maka perlu juga diketahui juga
sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang mustahil bagi Allah merupakan lawan
dari sifat wajib.
20
Sifat-sifat Allah yang wajib diketahui oleh seorang muslim mukallaf (akil
baligh) yang terkandung di dalam al-Quran termasuk juga sifat-sifat Mustahil
yang wajib diketahui. Untuk mempermudah mempelajarinya terlampir dibawah ini
ringkasan sifat sifat Allah yang wajib dan mustahil.
Sifat-sifat
itu adalah:
1- WUJUD
Wujud
(ada) adalah sifat Nafsiyyah artinya sesungguhnya Allah itu ada dan keberadaan
Nya itu pasti tidak diragukan lagi. Sifat ini juga menegaskan di mana Allah
menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut.
Wujud artinya ada dan sifat mustahilnya ‘Adam artinya tidak ada.
Untuk membuktikan bahwa Allah itu ada bukan hal yang mudah, kecuali bagi
orang-orang yang memiliki keimanan yang luhur. Memang kita tidak dapat melihat
wujud Allah secara langsung, tetapi dengan menggunakan akal, kita dapat menyaksikan ciptaan-Nya. Dari
mana alam semesta ini berasal? Pastilah ada yang menciptakannya. Tidak mungkin
alam semesta ini jadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan.
Contoh,
pernah seorang Badui (Arab dari pegunungan) ditanya, ”Dari mana kau mengetahui
bahwa Allah itu ada?”. Kebetulan di muka orang Badui tadi ada kotoran unta. Ia
menjawab ”Apakah kau lihat kotoran unta ini? Setiap ada kotoran unta pasti ada
untanya. Tidak mungkin kotoran unta itu berada dengan sendirinya”
Sedangkan
untuk kita yang hidup di abad serba canggih dan modern cara membuktikannya pula
berbeda. Tentu kita melihat pesawat terbang, kereta api, mobil, komputer dan
lain-lainnya, sesuatu yang tidak masuk akal jika semua itu terjadi dengan
sendirinya. Ya sudah pasti ada pembuatnya. Bahkan sampai benda-benda yang
sederhana saja seperti jarum ada yang membuatnya, tidak mungkin jarum itu jadi
dengan sendirinya.
Walaupun
kita tidak bisa melihat Allah, bukan berarti Allah itu tidak ada. Allah ada.
Mesikpun kita tidak bisa melihat-Nya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.
Pernyataan bahwa Allah itu tidak ada hanya karena panca indera manusia yang
sangat terbatas, karena Dia tidak bisa diraba dan tidak bisa dilihat, makanya
kita tidak bisa mengetahui keberadaan Allah kecuali dengan bukti bukti ciptaan Nya
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي
خَلَقَ ٱلسَمَاوَاتِ وَٱلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى
ٱلْعَرْشِ يُغْشِي ٱلْلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً وَٱلشَّمْسَ
وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلأَمْرُ
تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ
”Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam”.(Al-A’râf: 54).
.
2- QIDAM
– القدم : هو صفة سلبية لأنها سلبت و
نفت أولية الوجود ، و معناه في حقه سبحانه و تعالى انه قديم لا أول لوجوده قال
الله تعالى : { هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ } والدليل العقلي على ذلك انه لو لم يكن قديما لكان حادثا
و لو كان حادثا لافتقر الى محدث و يفتقر محدثه الى محدث ايضا و لوكان كذلك للزم
الدور أو التسلسل و كل واحد منهما مستحيل فالله سبحانه و تعالى قديم لا أول لوجوده
و يستحيل عليه الحدوث
Allah itu
berada tanpa adanya permulaan. Sebagai Dzat yang menciptakan seluruh alam,
Allah pasti lebih dahulu sebelum ciptaan-Nya. Kebalikannya adalah huduts (Baru)
yaitu mustahil Allah itu baru dan memiliki permulaan. Allah itu dahulu tanpa
awal, tidak berasal dari ”tidak ada” kemudian menjadi ”ada”.
هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ
وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah berfirman: “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
Allah berfirman: “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
Allah
adalah Pencipta segala sesuatu. Allah yang menciptakan langit, bumi, serta
seluruh isinya termasuk tumbuhan, binatang, dan juga manusia. Allah adalah
awal. Dia sudah berada sebelum langit, bumi, tumbuhan, binatang, dan manusia
lainnya ada. Tidak mungkin Allah itu baru ada atau lahir setelah makhluk
lainnya ada.
Hikmah
& Atsar:
Seorang
Atheist (kafir) datang kepada Imam Abu Hanifah lalu bertanya: “Tahun berapa
Allah itu berada?
Abu Hanifah menjawab: “Allah berada
sebelum adanya tahun, tidak berawal dalam wujud-Nya.”
Orang
kafir itu bertanya lagi: “Berikan kepada kami contoh”
Beliau
menjawab: “Angka berapa sebelum empat?
Ia berkata: “Tiga”
Abu
Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa sebelum tiga?”
Ia
menjawab: “Dua”
Abu Hanifah bertanya lagi: “Angka berapa
sebelum dua?”
Ia memjawab: “Satu”
Abu
Hanifah betanya lagi: “Angka berapa sebelum satu?”
Ia
berkata: “Tidak ada sesuatu sebelum angka satu”
Lalu
Abu Hanifah berkata: “Kalau tidak ada sesuatu sebelum satu. Maka Allah itu esa
tidak ada yg mengawali dalam wujudnya.”
Lalu orang
kafir itu bertanya lagi pertanyaan kedua: “Kemana Allah itu berpaling?”
Abu
Hanifah menjawab: “Kalau anda menyalahkan pelita di tempat yang gelap, kemana
cahaya pelita itu berpaling?
Ia menjawab: “Ke setiap penjuru”
Abu
Hanifah berkata: “Kalau cahaya pelita berpaling ke setiap penjur, bagaimana halnya dengan
cahaya Allah, pencipta langit dan bumi.”
Lalu orang
kafir itu bertanya lagi dengan pertanyaan ketiga: “Terangkan kepada kami
tentang dzat Allah. Apakah Ia jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau
Ia berupa gas?”
Abu Hanifah menjawab: “Apakah anda
pernah duduk di muka orang yang sedang sakarat?”
Ia
menjawab: “Pernah”
Abu Hanifah bertanya: “Apakah ia bisa
bercakap setelah mati?”
Ia menjawab: “Tidak bisa”
Lalu
beliau bertanya lagi: “Apakah ia bisa berbicara sebelum mati?”
Ia
menjawab: “Bisa”
Lalu abu Hanifah bertanya lagi: “Apa
yang bisa merobahnya sehingga ia mati?”
Ia menjawab: “Keluarnya ruh dari
jasadnya”
Abu Hanifah mejelaskan: “Oh kalau begitu
keluarnya ruh dari jasadnya membuatnya ia tidak bisa berbicara?
Ia
menjawab: “Betul”
Abu Hanifah
bertanya: “Sekarang, terangkan kepada saya bagaimana sifatya ruh, apakah ia
jamad seperti batu, atau cair seperti air, atau ia seperti gas?
Ia
menjawab: “Kami tidak tahu sama sekali”
Abu Hanifah menjawab: “Jika ruh sebagai
makhluk kamu tidak bisa mensifatkanya, bagaimana kamu ingin aku
mensifatkan kepada kamu zdatnya Allah.
.
3- BAQA’
3- BAQA’
- البقاء : صفة سلبية لأنها سلبت و
نفت الفناء و معناه عدم الآخرية للوجود و معناه في حقه تعالى أنه موجود وجودا
مستمرا لا آخر له ، قال الله تعالى { كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ } و
الديل العقلي على ذلك انه لو لم يكن باقيا لجاز عليه العدم و لو جاز عليه العدم
لكان حادثا و كونه حادثا محال لأنه قديم و ما ثبت قدمه استحال عدمه فيستحيل عليه
ضده و هو الفناء
Baqa’
(kekal) adalah sifat Salbiyah artinya sifat yang mencabut atau menolak adanya
kebinasaan wujud Allah. Dalam arti lain bahwa keberadaan Allah itu kekal,
berlanjut tidak binasa atau rusak.
Allah
adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia selalu ada selama-lamanya dan
tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu. Hanya kepada-Nya seluruh
kehidupan ini akan kembali. Firman Allah:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ
وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
”Tiap-tiap
sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (al-Qashash: 88).
Adapun
sifat mustahilnya Fana, artinya rusak. Semua makhluk yang ada di alam semesta
ini, baik itu manusia, binatang, tumbuhan, matahari, bulan, bintang, dll, suatu
saat akan mengalami kerusakan dan kehancuran. Manusia, betapa pun gagahnya,
suatu saat pasti mati. Setiap orang pasti akan mati dan hancur dimakan tanah.
Hukum kehancuran berlaku hanya bagi manusia, benda dan meteri. Sedangkan Allah
bukan manusia, benda atau materi. Dia adalah Dzat yang tidak terkena
hukum kehancuran atau kerusakan. Dia kekal abadi untuk selama lamanya, tidak
bisa wafat atau dibunuh. Jika ada Allah yang bisa wafat atau dibunuh, maka itu
bukan Allah tapi manusia biasa.
Sungguh,
betapa hina dan lemahnya manusia ini di hadapan Allah. Makanya tidak pantas
jika ia berbangga diri atau sombong dengan kehebatannya, karena segala
kehebatan itu pada akhirnya akan berlalu, yang tersisa hanyalah amal kebaikanDrmikian Pengertian Tauhid yang diambil dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar