Minggu, 13 April 2014

Pengertian Asbabul Wurudz

ILMU ASBABUL WURUD


A.  Pendahuluan
Hadis merupakan sumber utama hukum Islam disamping al-Qur'an. Pada hakikatnya ada dua fungsi hadis, pertama hadis berfungsi sebagai sumber hukum Islam. kedua, hadis juga berfungsi sebagai penjelas ­(bayyin) terhadap al-Qur'an. Oleh karenanya, hadis merupakan "mitra" al-Qur'an dalam mengarahkan dan memberikan petunjuk bagi manusia dalam kehidupan di dunia ini dan di akhirat kelak. Dari dua fungsi di atas, maka hadis dalam kehidupan umat Islam perlu difahami secara komprehensif agar kedua fungsi di atas dapat terealisasi secara signifikan.
Sejalan dengan al-Qur'an, dalam memahami hadis juga perlu memahami  beberapa perangkat ilmu('ulu>m al-H{adi>s\), sebagai salah-satu alat bantu dalam pemahaman hadis. Tujuannya adalah agar pemahaman terhadap hadis tidak terjebak pada pemahaman yang saklek atau tekstual. Salah satu ilmu yang perlu dipahami adalah ilmu asba>b wuru>d al-h}adi>s\. Tidak berbeda dengan al-Qur'an (ilmu asba>b al-nuzu>l), ilmu asba>b al-wuru>d juga mempelajari atau memahami tentang sebab-sebab dikeluarkannya sebuah hadis. Karena itu, dengan memahami ilmu ini maka akan sangat membantu dalam mengetahui kondisi sosio-historis sebuah hadis.
Makalah ini akan menjelaskan tentang ilmu asba>b wuru>d al-h}adi>s\, mulai dari pemgertian sampai pada nilai-nilai pendidikan yang dapat dipetik dari ilmu ini. Semoga makalah singkat ini nantinya dapat dijadikan bahan diskusi yang menarik. Amin.

B.   Pengertian Ilmu Asba>b Wuru>d al-H{adi>s\
Dalam banyak literatur dijelaskan bahwa pengertian asba>b al-wuru>d  sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengertian asba>b al-nuzu>l, bedanya hanya terletak pada objeknya. Jika asba>b al-wuru>dobjeknya adalah al-h}adi>s\ maka asba>b al-nuzu>l objeknya adalah al-Qur'an. Namun secara sederhana ilmu asba>b al-Wuru>d dikatakan sebagai ilmu yang menyingkap sebab-sebab timbul atau munculnya hadis.[1]
Secara etimologi (bahasa), kata asba>b adalah bentuk jamak dari kata sabab, dalam kamus lisa>n al-'Arab kata ini dimaknai dengan arti "saluran" atau bisa juga dikatakan segala sesuatu yang menghubungkan satu benda dengan benda yang lainnya. Sementara bagi ahli bahasa mengartikannya sebagai sesuatu yang mengantarkan pada sebuah tujuan.[2] Sementara kata wurud  secara harfiah dapat diartikan "sampai atau muncul", namun disamping itu ada juga yang memaknai lain. Menurut ahli bahasa bahwa kata ini dapat juga berarti air yang memancar atau mengalir.[3]
Pada pengertian lain yang hampir senada dengan pengertian di atas, bahwa ilmu asba>b wuru>d al-h}adi>s\  adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi saw. menuturkan sabdanyadan masa-masanya Nabi menuturkan. Ilmu asba>b wuru>d al-h}adi>s\ ini menitik beratkan pembahasannya pada latar belakang dan sebab lahirnya hadis.[4]
Ilmu ini sangat terkait erat dengan ilmu tarikh al-Mutu>n sebab, ilmu tarikh al-Mutu>n menitik beratkan pembahasanya pada kapan atau di waktu apa hadis itu di-wurud-kan. Mengetahui latar-belakang atau peristiwa yang melatar belakangi wurud-nya hadis sangatlah penting, karena akan dapat membantu untuk memahami makna yang terkandung dalam hadis secara sempurna. Karena  mengetahui sebab dapat mengetahui musabab (akibat).[5]
Dari beberapa pengertian di atas, secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa pengertian ilmuasba>b wuru>d al-H{adi>s\ adalah; ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatar-belakangi munculnya sebuah hadis. Dengan demikian, maka urgensi ilmu ini terhadap pemahaman sebuah hadis sangatlah urgen, sebab disatu sisi kita akan mengetahui peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi munculnya sebuah hadis, dan kita juga pada sisi lain akan mengetahui apa dan kepada siapa sebuah hadis itu ditujukan, apakah untuk manusia secara umum atau untuk individu.
Namun, senada dengan al-Qur'an, bahwa sebagian hadis ada yang dikemukakan oleh Nabi tanpa didahului oleh sebab tertentu, dan sebagian lagi didahului oleh sebab tertentu. Oleh karenanya, tidak semua hadis Nabi memiliki asba>b al-Wuru>d, sehingga tidak semua hadis Nabi dapat dipahami melalui pendekatan ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\  ini. Namun demikian bukan berarti bahwa akan mengurangi ketelitian dalam memahami sebuah hadis.

C.   Urgensi Ilmu Asba>b Wuru>d al-H{adi>s\
Setelah kita membahas penegrtian dari ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\, selanjutnya akan dibahas tentang urgensi dari ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\. Namun sebelum kita membahas tentang urgensi ilmu ini, sesungguhnya ilmu asba>b wuru>d memiliki keterkaitan dengan ilmu-ilmu hadis lain, diantaranya adalah ilmu nasikh dan mansukhMenurut DR. Muhammad 'Ajaj al-Khatib, bahwa ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\ sangatlah memiliki keterkaitan yang urgen dengan pembahasan nasikh dan Mansukh. Sebab menurutnya, mengetahui hubungan antar hadis dapat membantu mengetahui yang datang lebih dahulu dan yang datang kemudian, sehingga mudah untuk mengetahui nasikh dan mansukh, oleh karenanya para ulama disamping menulis kitab tentang asba>b al-Nuzu>l mereka juga menulis kitab tentang asba>b wuru>d al-H{adi>s\.[6]
Diantara urgensi ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\  diantaranya adalah;

1.      Untuk menyibak hadis yang bermuatan norma hukum, utamanya lagi hukum sosial. Sebab, hukum dapat berubah karena perubahan atau perbedaan sebab, situasi dan 'illat. Sebagai contoh misalkan ada hadis yang berbunyi. Artinya: "Tidak baik berpuasa bagi orang yang bepergian". Tanpa mengetahui sebab timbulnya hadis ini maka hadis ini tidak dapat diterima karena bertentangan dengan al-Qur'an yakni surah al-Baqarah ayat 185, bahwa musafir, orang sakit, dan orang "tua" boleh meninggalkan puasa Ramadhan. Tetapi puasa lebih baik jika mereka mengetahi, jadi bagi musafir berpuasa lebih baik daripada meninggalkannya.[7]
Sementara dalam hadis itu, bagi musafir lebih baik tidak berpuasa. Dalam hal ini terlihat adanya pertentangan. Namun sebenarnya hadis ini muncul ketika dalam suatu perjalanan dalam bulan Ramadhan, Rasul melihat seorang sahabat merasa kepayahan karena panasnya padang pasir. Menyaksikan hal ini lalu Rasul memberikan solusi; "Tidak baik bagi orang yang bepergian melaksanakan puasa". Dengan mengetahui asba>b wuru>d  kita tidak akan mengatakan bahwa hadis ini bertentangan dengan al-Qur'an, namun kita akan memahami bahwa hukum hadis ini akan dapat dilaksanakan dalam situasi yang sama dengan situasi pada saat turunnya hadis.[8]
2.      Untuk mengetahui konteks sosial dan budaya atau setting sosial ketika hadis itu muncul. Hal ini sangat diperlukan sebab, dengan ini kita akan mampu memahami hadis Nabi secara lebih tepat.[9]
3.      Dalam pemahaman ulama ushul fikih, ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\ sangat membantu mereka dalam menentukan nash yang qat}'i dan yang z}anni. Nash yang pemahamannya hanya satu atau sudah sangat jelas tidak lain adalah pemahaman  qat}'i, sementara nash yang pemahamannya terdapat keragaman atau terdapat kemungkinan lain dari pemahamannya, maka hal ini disebutz}anni. Sehingga nantinya mereka sampai pada kesimpulan bahwa nash-nash keagamaan atau hadis itu ada yang jelas (wa>d}ih})  dan ada juga yang tidak jelas (gairu wa>d}ih}). Ilmu asba>b wurud al-H{adi>s\, akan sangat memberikan kontribusi besar dalam mengetahui tentang hal ini.[10]
4.      Disamping itu, ilmu ini juga memiliki fungsi untuk memahami ajaran Islam secara komprehensif, dan yang lebih penting adalah dengan ilmu ini kita akan dapat mengetahui mana yang datang lebih dahulu dari hadis yang bertentangan. Sehingga kita dapat mengkompromikan atau menghapus yang datang lebih dahulu.[11] Atau secara sederhana dapat kita katakan bahwa ilmu ini sangat membantu dalam pemahaman tentang nasikh  dan mansuk sebuah hadis.
5.      Hadis secara khusus menangani berbagai persoalan yang sifatnya lokal, partikular, dan temporal, didalamnya juga terdapat hal-hal yang bersifat khusus dan terperinci. Oleh karena itu, haruslah dipisahkan hal-hal yang bersifat khusus dan hal-hal yang bersifat umum, yang sementara dan yang abadi, serta yang partikular dan yang universal. Semua itu memiliki hukumnya masing-masing, dengan memperhatikan konteks, kondisi lingkungan serta asba>b wuru>d al-H{adi>s\, maka akan lebih mudah mencapai pemahaman yang tepat dan lurus.[12]
6.      Selama ini, secara umum hadis dipahami hanya dari aspek legal-formalnya (lahiriah) saja, akibatnya pesan yang diterimapun bersifat monolitik, parsial dan tidak kontekstual. Jika dengan pendekanasba>b wurud al-H{adi>s\ maka persoalan semacam ini dapat terpecahkan. Misalkan tentang hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim mengenai puasa Nabi pada hari senin menjadi sunah.[13]
Padahal jika kita melihat substansi hadis tersebut, maka sebenarnya Nabi saw. ingin menyatakan bahwa: "sunnah berpuasa pada hari dimana sesorang dilahirkan" . pemaknaan demikian illat-nya bersumber dari jawaban Nabi ketika seseorang bertanya tentang puasa pada hari senin. Lalu Rasul menjawab bahwa beliau berpuasa pada hari senin kerana hari senin merupakan hari kelahirannya. Maka hal ini mengesankan bahwa disunnahkan bagi seseorang untuk berpuasa pada hari ia dilahirkan tidak harus hari senin. Dengan pemahaman asba>b wuru>d al-H{adi>s\, maka akan tersingkap makna yang lebih luas dan komprehensif.[14]
7.      Untuk mengetahui hikmah-hikmah ketetapan syari'at (hukum)
8.      Untuk men-takhs}is}-kan hukum, bagi orang yang berpegang pada  berkaidah Ushul Fiqh al-'Ibrah bi khus}us}i al-saba>b (mengambil suatu ibarat hendaklah dari sebab-sebab yang khusus). Walaupun sebenarnya menurut pendapat yang lebih kuat, para ulama ushul berpedoman pada "al-'ibrah bi 'umumi al-lafz} la bi khus}us}i al-saba>b" (mengambil suatu ibarat itu hendaknya berdasarkan keumuman lafz, bukan pada kekhususan sebab).[15]
Demikianlah beberapa urgensi dari ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\  yang dapat penulis kemukakan, sebenarnya masih ada beberapa urgensi lain yang mungkin belum tercantum pada tulisan ini. Namun pada intinya bahwa urgensi ini menunjukkan bahwa kajian dan pemahaman terhadap ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\  ini sangatlah penting dalam memahami sebuah hadis.

D.  Contoh-Contoh Hadis yang Memiliki Asba>b Wuru>d
Setelah mengetahui urgensi dari dari ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\ , maka untuk lebih memahamkan kita terhadap ilmu ini, maka di sini penulis akan mencantumkan beberapa hadis yang memiliki sebab-sebab munculnya.
Sebagaimana telah kita pahami bahwa sebagian hadis Nabi dikemukakan oleh Nabi tanpa didahului oleh sebab tertentu dan sebagian lagi didahului oleh sebab tertentu. Bentuk sebab tertentu yang menjadi latar belakang terjadinya hadis itu dapat berupa peristiwa secara khusus dan dapat pula berupa suasana atau keadaan yang bersifat umum.[16] Berikut beberapa contoh hadis yang memiliki sebab-sebab turun, diantaranya;
1.      Hadis tentang niat, artinya "Dari Umar bin Khatab, beliau berkata; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda; "Sesungguhnya segala perbuatan itu bergantung pada niat, dan setiap sesuatu itu akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan. Barang siapa yang berhijrah untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang berhijrah karena dunia yang diharapkan atau karena wanita yang ingin dinikahi, maka hijrahnya adalah hanya untuk apa yang ia niatkan itu. Hadis ini mucul ketika Rasul dan para sahabat ingin berhijrah ke Madinah, ada seorang sahabat yang hijrahnya ingin menikahi seseorang perempuan yang juga ikut dalam hijrahnya Rasul dan para sahabat, mengetahui hal ini lalu Rasul duduk di atas mimbar lalu bersabda;"Wahai manusia sekalian sesungguhnya segala sesuatu itu bergantung pada niat(sebanyak tiga kali), barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya…… sampai akhir  hadis.[17]
2.      Hadis tentang yang tidak menyayangi tidak disayangi Rasul Bersabda "Barang siapa yang tidak menyayangi, maka tidak disayangi" (H.R. Bukhari, Muslim, dan lain-lain dari Abu Hurairah). Hadis ini didahului oleh sebuah peristiwa, yakni pada suatu ketika Rasul saw. mencium cucu beliau yakni Hasan bin Ali. Pada saat itu salah seorang sahabat yakni al-Aqra' bin Habis al-Tamimi duduk disamping beliau, lalu berkata; Ya Rasulullah saya ini mempunyai anak sepuluh orang, tetapi tidak ada seorang pun yang pernah saya cium. Sambil memperhatikan al-Aqra', Nabi lalu bersabda seperti hadis yang dikutip di atas.[18]
3.      Hadis yang berhubungan dengan urusan dunia, Hadis Nabi menyatakan "Kamu sekalian lebih mengetahui tentang urusan dunia mu". (H.R> Muslim dari Anas). Hadis ini didahului sebuah peristiwa, ketika pada satu saat Rasul lewat di hadapan para petani yang sedang mengawinkan serbuk (kurma pejantan) ke putik (kurma betina). Nabi lalu berkomentar "sekiranya kamu sekalian tidak melakukan hal itu niscaya kurma mu akan baik". Mendengar komentar itu lalu para petani tidak mengawinkan kurma mereka. Kemudian setelah beberapa lama, Nabi lewat kembali ketempat itu dan menegur para petani:" mengapa pohon kurma mu itu?" para petani melaporkan bahwa kurma mereka banyak yang tidak jadi. Mendengar hal itu lalu Rasul lalau bersabda."Kalian lebih memahami tentang urusan dunia mu".[19]
Inilah sebagian dari hadis-hadis yang memiliki asba>b wuru>d, sebenarnya masih banyak hadis yang memiliki keterangan tentang sebab-sebab kemunculannya, disini penulis hanya menyebutkan beberapanya saja, sebab tidak mungkin jika disebutkan secara keseluruhan.[20]

E.   Nilai-Nilai Pendidikan dalam Ilmu Asbab Wurud al-H{adi>s\
Ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s\ memiliki kaitan yang sangat signifikan dengan ilmu nasikhdan mansukh. Disatu sisi, untuk mengetahui nasikh dan mansukh adalah dengan mengetahui tahapan dikeluarkannya sebuah hadis, mana yang lebih dahulu dan mana hadis yang belakangan disampaikan oleh Nabi. Namun,  pada sisi lain, tidak senmua hadis memiliki asba>b wuru>d, oleh karena itu, juga perlu memahami sejarah Nabi, bahkan juga harus paham terhadap historiografinya juga.
Dari pemahaman di atas, maka ada beberapa nilai yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan tentang ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s diantaranya; pertama, melalui ilmu ini mengajarkan kepada kita bahwa, mempelajari sejarah adalah sangat penting untuk dapat memahami peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
Kedua, dengan mengetahui ilmu asba>b wuru>d al-H{adi>s akan melatih sesorang untuk berfikir ilmiah,[21] sebab seseorang akan ditantang untuk mengetahui peristiwa yang terjadi pada saat hadis itu dikeluarkan, dengan menggunakan analisis yang ilmiah sebagai sebuah data yang empiris. Jadi di sini hadis Nabi diletakkan pada posisi empirik. Ketiga, nilai pendidikan yang paling penting dari ilmu ini adalah akan menempatkan sesorang berfikir jauh kedepan, sebab dengan mempelajari ilmu ini, maka ia akan mengambil ibrah dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat hadis itu dikeluarkan.
Keempat, hal yang paling urgen adalah bahwa melalui ilmu ini akan mendidik sesorang untuk lebih berfikir luas (tidak saklek), karena ilmu ini akan menunjukkan bahwa dalam memahami sebuah hadis haruslah melihat situasi dan kondisi serta kepada siapa hadis itu ditujukan.

F.   Penutup dan Kesimpulan
Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis akan memberikan beberapa kesimpulan yakni; 1) sebenarnya ilmu asba>b al-wuru>d al-H{adi>s\  sebenarnya tidak jauh berbeda dengan ilmu asba>b al-nuzu>l, bedanya hanya terletak pada objeknya. Jika asba>b wuru>d objeknya adalah al-h}adi>s\ makaasba>b al-nuzu>l objeknya adalah al-Qur'an. 2) tidak semua hadis memiliki asba>b wuru>d, sebab ada juga sebagian hadis yang tidak memiliki asba>b wuru>d. 3) konsep asba>b wuru>d sangat erat kaitannya dengan teori nasikh dan mansukh, dan juga ilmu tarikh al-Mutu>n Sehingga ilmu-ilmu ini memang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. 4) mempelajari ilmu ini sangat penting untuk mengasah pemikiran kita, agar mampu berfikir secara ilmiah.
Demikianlah beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini, semoga makalah yang singkat ini dapat dijadiakn bahan diskusi yang menarik, untuk selanjutnya dapat dikembangkan untuk kemaslahatan umat, dan dapat menambah ilmu bagi kita semua. Amin. Wallahu a'lam.


 Catatan kaki


[1]Lihat, Muh. Zuhri, Hadis Nabi: Telaah Historis dan Metodologis (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 143.
[2]Lihat, Abi al-Fad}l Jama>l al-Di>n Muhammad bin Makram ibn Manz{u>r al-Mis}ri>, Lisa>n al-'Ara>b. Juz. XII  (Beirut: Da>r al-S}a>dir, 1992), hlm. 79.
[3]Jalaluddin al-syuyuti, Proses Lahirnya Sebuah Hadis, terj. H.O. Taufiqullah dan Afif Muhammad (Bandung: Pustaka, 19850), hlm. 5.
[4]Endang Soetari, AD., M.Si, Ilmu Hadis (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), hlm. 211.
[5]Ibid.
[6]Muhammad 'Aja>j al-Khat}}i>b, Us}u>lu al-H{adi>s\: 'Ulu>muhu wa Mus}t}alah}uhu (Beirut: Da>r al-Fikr, 2006), hlm. 188.
[7]Muh. Zuhri, Telaah Matan Hadis: Sebuah Tawaran Metodologis (Yogyakarta: LESFI, 2003), hlm. 63.
[8]Ibid.
[9]Ibid.
[10]Ibid. hlm. 64.
[11]Muh. Zuhri, Hadis Nabi: Telaah……, hlm. 144.
[12]Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw terj. Muhammad al-Baqir (Bandung: Karisma, 1997), hlm. 132.
[13]Lukman S. Thahir, Studi Islam Interdisipliner: Aplikasi Pendekatan FIlsafat, Sosiologi, dan Sejarah (Yogyakarta: Qalam, 2004), hlm. 117.
[14]Ibid. hlm. 118.
[15]Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadis (Bandung: PT> Alma'arif, 1974),  hlm. 327.
[16]Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma'ani al-Hadits Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal  (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1994), hlm. 49.
[17]Jala>l al-Di>n 'abd al-Rah}ma>n al-Suyu>t}i>, Asba>bu Wuru>d al-H{adi>s\ aw al-luma' fi> asba>b wuru>d al-H{adi>s\ (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), hlm. 31.
[18]H.M. Syuhudi Ismail Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma'ani al-Hadits……, hlm. 56.
[19]Ibid. hlm. 57.
[20] Untuk lebih jelas tentang contoh-contoh hadis yang memiliki peristiwa yang melatarbelakangi dikeluarkannya sebuah hadis, dapat dilihat pada kitab yang khusus membahas tentang masalah ini, misalnya karya yang klasik, Abu H{afs} al-'Akbari> guru al-Qa>d}i Abi> Ya'la Muhammad bin H{usain al-Farra' al-Hanbaliy (380-458 H), selain itu terdapat karya terlengkap dalam bidang ini yakni kitabal-Baya>ni wa al-Ta'ri>fi fi> asba>bi wuru>d al-H{adi>s\ al-Syari>f  karya Sayyid Ibrahim ibn Muhammad Kamaluddin (1054-1120 H). kitab ini disusun secara alfabetis, dan dicetak di Halb tahun 1329 H, dalam dua jilid yang cukup besar.  Lihat, Muhammad 'Aja>j al-Khat}}i>b, Us}u>lu al-H{adi>s\: 'Ulu>muhu……, hlm. 188.   
[21]Muh. Zuhri, Hadis Nabi: Telaah……, hlm. 139.


DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma'ani al-Hadits Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal. Jakarta: PT. Bulan Bintang. 1994.
al-Khat}}i>b, Muhammad 'Aja>j. Us}u>lu al-H{adi>s\: 'Ulu>muhu wa Mus}t}alah}uhu. Beirut: Dar al-Fikr. 2006
al-Mis}ri>, Abi al-Fad}l Jama>l al-Di>n Muhammad bin Makram ibn Manz{u>r. Lisa>n al-'Ara>bBeirut: Da>r al-S}a>dir. 1992.
Qardhawi, Yusuf Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw terj. Muhammad al-Baqir. Bandung: Karisma. 1997.
Rahman, Fatchur.  Ikhtisar Mushthalahul Hadis. Bandung: PT> Alma'arif. 1974.
Soetari, Endang. Ilmu Hadis.  Bandung: Amal Bakti Press. 1997.
al-Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n 'abd al-Rah}ma>n Asba>bu Wuru>d al-H{adi>s\ aw al-luma' fi> asba>b wuru>d al-H{adi>s\. Beirut: Dar al-Fikr. 1996.
                   ,Proses Lahirnya Sebuah Hadis, terj. H.O. Taufiqullah dan Afif Muhammad. Bandung: Pustaka, 19850.
Thahir, Lukman S. Studi Islam Interdisipliner: Aplikasi pendekatan FIlsafat, Sosiologi, dan Sejarah. Yogyakarta: Qalam. 2004.
Zuhri, Muh. Hadis Nabi: Telaah Historis dan MetodologisYogyakarta: Tiara Wacana. 2003.
                 ,Telaah Matan Hadis: Sebuah Tawaran MetodologisYogyakarta: LESFI. 2003.
sumberhttp://el-islami.blogspot.com/2012/06/asbabul-wurud.html

0 komentar:

Posting Komentar