Jumat, 03 Oktober 2014

Pengertian Hadits Dho`if , Maudlu, Matruk dan Yang Setingkat

Pengertian / definisi Hadits dho`if

Pengertian hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang lemah. Kata “Dha`if” menurut bahasa berasal dari kata”dhu`fun” yang berarti lemah lawan dari kata “qawiy” yang berarti kuat, sedangkan hadits dha`if berarti hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits hasan. hadits dha`if disebut juga hadits mardud(ditolak). 
Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Dugaan kuat mereka hadits tersebut tidak berasal dari Rasulullah SAW. Adapun para ulama memberikan batasan bagi hadits dhaif sebagai berikut : “ Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memuat / menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.


Macam-macam hadits dhaif
Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadits digolongkan menjadi hadits dhaif dikarenakan dua hal, yaitu gugurnya rawi dalam sanadnya dan ada cacat pada rawi atau matan.
Hadits dhaif karena gugurnya rawi adalah tidak adanya satu, dua atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam sanad, baik para pemulaan sanad, pertengahan ataupun akhirnya.
Hadits dhaif disebut juga hadits mardud (ditolak). Contoh hadits dhaif ialah hadits yang berbunyi:
اِنَ النَبِيَ صلى الله علىه  وسلم تَوَ ضَأَ وَمَسَحَ عَلىَ الْجَوْرَ بَيْنِ
Artinya: “Bahwasanya Nabi SAW wudhu dan beliau mengudap kedua kaos kakinya”.
Hadits tersebut dikatakan dhaif karena diriwayatkan dari Abu Qais al-Audi. Seorang perawi yang masih dipersoalkan.[1]

1.      Hadits mursal
Hadits mursal, menurut bahasa berarti hadits yang terlepas, para ulama memberikan batasan hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya diakhir sanad, yang dimaksud dengan rawi diakhir sanad adalah rawi pada tingkatan sahabat. Jadi, hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.
Contoh hadits mursal:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م : بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُنَا فِقِيْنَ شُهُوْدُ الْعِشَاءِ وَالْصُبْحِ لَاَ يْسْتَطِيْعُوْنَ.
Artinya:”Rasulullah bersabda: “Antara kita dengan kaum munafik, ada batasan yaitu menghadiri jama’ah isya dan subuh mereka tidak sanggup menghadirinya.” (HR. Malik).
Hadits tersebut diriwayatkan Imam Malik dari Abdurrahman dai Haudalah, dari Said bin Mutsayyab. Siapa sahabat nabi yang meriwayatkan hadits itu kepada Said bin Mutsayyab, tidaklah disebutkan dalam sanad diatas.
Kebanyakan ulama memandang hadits mursal sebagai hadits dhaif dan tidak diterima sebagai hujjah, tetapi sebagian kecil ulama, termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hambal dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah bin rawinya adil.
2.      Hadits munqati
Menurut bahasa, hadits munqati berarti hadits yang terputus. Para ulama memberi balasan munqati’ adalah hadits yang gugur satu atau dua rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi diakhir sanadnya adalah sahabat nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah tabi’in, jadi hadits munqati’ bukanlah rawi ditingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in.
Contoh hadits munqati:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م اذَا دَخَلَ الْمَسْجِدِ قَالَ: بسْمِ اللهِ والسْلاَمُ عَلى رَسُوْلِ الله اللَهُمَ اغْفِرْ لِى ذُ نُو بِى وَافْتَحْ لِى اَبْوَابَ رْ حْ لىِ ابْوَا بَ رَحْمَتِكَ (رواة ابن ماجه)
Artinya: “Rasulullah SAW. Bila masuk ke dalam mesjid, membaca : Dengan nama Allah, dan sejahtera atas Rasulullah: Ya Allah, Ampunilah segala dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmatmu.” (HR. Ibnu Majah).
3.      Hadits mudal
Menurut bahasa, hadits mudal berarti hadits yang sulit dipahami. Para ulama member batasan hadits mudal adalah yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya. Contohnya: Hadits mudal adalah hadits Imam Malik, hak hamba dalam kitab al-Muwata’. Dalam kitab tersebut, Imam Malik berkata:”Telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
 لِلْمُلُوْ كِ اطَعَا مُهُ وَكِسْوَ تُهُ بِا لْمَعْرُوْفِ. (رواة ما لك)
Artinya: “Budak itu harus diberi makanan dan pakaian secara baik.” (HR. Malik).
Imam Malik, dalam kitabnya itu, tidak menyebut dua orang rawi yang beriringan antara dia dengan Abu Hurairah. Dua orang rawi yang gugur itu diketahui melalui riwayat Imam Malik diluar kitab al-Muwata’. Malik meriwayatkan hadits yang sama, yaitu ”Dari Muhammad bin Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah”. Dua rawi yang secara beriringan adalah Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.
4.      Hadits muallaq
Hadits muallaq menurut bahasa, berarti hadits yang tergantung. Dari segi istilah, hadits muallaq adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal sanad. Juga termasuk hadits muallaq, bila semua rawinya digugurkan (tidak disebutkan).
Contoh hadits muallaq:
Bukhari berkata, kata Malik,, dari Zuhri, dari abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
لاَ تَفَا ضَلُوْا بَيْنَ لَا نَبِيَاءِ. (رواة الجا رى)
Artinya: “Janganlah kamu lebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari).[2]


Ket
Prof. Dr. Muhammad Alawi al-Maliki, Ilmu Ulumul Hadits, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), cet. 1, h. 63-64.
[2] Prof. Dr. Muhammad Ahmad, Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), cet. II, h. 147-151.    

0 komentar:

Posting Komentar