Guru Ngaji YGNI. Niat dan Tata Cara Sholat Gerhana
Sebagian orang menganggap terjadinya gerhana matahari dan bulan sebagai gejala alam biasa, sebagai peristiwa ilmiah yang bisa dinalar. Gerhana sekedar menjadi tontonan menarik yang bisa disaksikan beramai-ramai bersama keluarga dan handai tolan. Namun bagi yang merasa tunduk kepada keagungan Sang Perncipta, Allah SWT. Gerhana ada dua yaitu gerhana bukan dan gerhana matahari. Sehingga niat sholat gerhana bulan dan niat sholat gerhana matahari berbeda. Gerhana adalah peristiwa penting yang secara gamblang menunjukkan bahwa ada kekuatan Yang Maha Agung di luar batas kemampuan manusia; manusia yang paling merasa faham ilmu alam sekalipun. Mereka yang merasa rendah di hadapan Sang Pencipta akan menadahkan muka, menghadap Allah, mengerjakan shalat secara berjamaah. Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan untuk itu.
![]() |
GMT-Gerhana Matahari Total- Guru Ngaji YGNI |
Sebagian orang menganggap terjadinya gerhana matahari dan bulan sebagai gejala alam biasa, sebagai peristiwa ilmiah yang bisa dinalar. Gerhana sekedar menjadi tontonan menarik yang bisa disaksikan beramai-ramai bersama keluarga dan handai tolan. Namun bagi yang merasa tunduk kepada keagungan Sang Perncipta, Allah SWT. Gerhana ada dua yaitu gerhana bukan dan gerhana matahari. Sehingga niat sholat gerhana bulan dan niat sholat gerhana matahari berbeda. Gerhana adalah peristiwa penting yang secara gamblang menunjukkan bahwa ada kekuatan Yang Maha Agung di luar batas kemampuan manusia; manusia yang paling merasa faham ilmu alam sekalipun. Mereka yang merasa rendah di hadapan Sang Pencipta akan menadahkan muka, menghadap Allah, mengerjakan shalat secara berjamaah. Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan untuk itu.
Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya matahari dan rembulan adalah dua tanda-tanda kekuasaan Allah, maka apabila kalian melihat gerhana, maka berdo’alah kepada Allah, lalu sholatlah sehingga hilang dari kalian gelap, dan bersedekahlah.” (HR Bukhari-Muslim)
file:///C:/Users/Simbah%20Wuri/Downloads/Documents/total_eclipse.svg![]() |
GMT-Guru Ngaji YGNI Purwojati |
A. Pengertian
Shalat
gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan istilah khusuf (الخسوف)
dan jugakusuf (الكسوف) sekaligus. Secara bahasa, kedua istilah itu
sebenarnya punya makna yang sama. Shalat gerhana matahari dan gerhana bulan
sama-sama disebut dengan kusuf dan jugakhusuf sekaligus.
Namun
masyhur juga di kalangan ulama penggunaan istilah khusuf untuk gerhana bulan
dan kusuf untuk gerhana matahari. [1]
1. Kusuf
Kusuf (كسوف)adalah
peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang
hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.
2. Khusuf
Khusuf (خسوف)
adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada
malam hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada
di balik bumi dan matahari.
3.
Dalil-dalil
disyariatkannya dengan sholat kusuf (gerhana)
Yang
pertama, Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Mas’ud Al Anshary :
عَنْ
أَبِي
مَسْعُودٍ
الْأَنْصَارِيِّ
رضي
الله
عنه
قَالَ
: قَالَ
رَسُولُ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
: ( إِنَّ
الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ
آيَتَانِ
مِنْ
آيَاتِ
اللَّهِ
يُخَوِّفُ
اللَّهُ
بِهِمَا
عِبَادَهُ
،
وَإِنَّهُمَا
لَا
يَنْكَسِفَانِ
لِمَوْتِ
أَحَدٍ
مِنْ
النَّاسِ
،
فَإِذَا
رَأَيْتُمْ
مِنْهَا
شَيْئًا
فَصَلُّوا
وَادْعُوا
اللَّهَ
حَتَّى
يُكْشَفَ
مَا
بِكُم
).
“Sesungguhnya
matahari dan bulan itu merupakan dua tanda diantara tanda-tanda kekuasaan
Allah. Allah menjadikan keduanya untuk menakut-nakuti hamba-hamba-Nya. Dan
sungguh tidaklah keduanya terjadi gerhana karena kematian atau kelahiran
seorang manusia pun. Apabila kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut,
maka sholatlah dan berdo’alah kepada Allah hingga gerhana tersebut hilang dari
kalian” (HR. Bukhari no. 1041, Muslim no. 911).
Yang
kedua, hadits dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu :
عَنْ
أَبِي
مُوسَى
رضي
الله
عنه
قَالَ
: خَسَفَتْ
الشَّمْسُ
فَقَامَ
النَّبِيُّ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
فَزِعًا
يَخْشَى
أَنْ
تَكُونَ
السَّاعَةُ
،
فَأَتَى
الْمَسْجِدَ
فَصَلَّى
بِأَطْوَلِ
قِيَامٍ
وَرُكُوعٍ
وَسُجُودٍ
رَأَيْتُهُ
قَطُّ
يَفْعَلُهُ
،
وَقَالَ
: (هَذِهِ
الْآيَاتُ
الَّتِي
يُرْسِلُ
اللَّهُ
لَا
تَكُونُ
لِمَوْتِ
أَحَدٍ
وَلَا
لِحَيَاتِهِ
وَلَكِنْ
يُخَوِّفُ
اللَّهُ
بِهِ
عِبَادَهُ
؛
فَإِذَا
رَأَيْتُمْ
شَيْئًا
مِنْ
ذَلِكَ
فَافْزَعُوا
إِلَى
ذِكْرِهِ
وَدُعَائِهِ
وَاسْتِغْفَارِهِ)
“Ketika
terjadi gerhana matahari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas
berdiri takut karena khawatir akan terjadinya hari kiamat, sehingga Beliau
mendatangi masjid kemudian shalat dengan berdiri, ruku’, dan sujud yang begitu
lama. Aku belum pernah melihat Beliau melakukan shalat sedemikian itu. Lantas
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya
ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya, gerhana tersebut
tidaklah terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Tetapi Allah
menjadikan yang demikian untuk menakut-nakuti hamba-hamba-Nya. Apabila kalia
melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir,
berdo’a dan memohon ampunan kepada Allah ta’ala” (HR. Bukhori no. 1059,
Muslim no. 912).
B. Pensyariatan Shalat Gerhana
Shalat
gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang ditetapkan dalam syariat Islam
sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.
1. Al-Quran
Dalilnya
adalah firman Allah SWT :
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Dan
dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya
matahari dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi
sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya. (QS.
Fushshilat : 37)
Maksud
dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan
bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana
bulan.
2. As-Sunnah
Selain
itu juga Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
Sesungguhnya
matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda Allah SWT. Keduanya
tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila
kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai
fenomena itu.(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Selain
itu juga ada hadits lainnya :
لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ
Ketika
matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil
shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR.
Bukhari).
Shalat
gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di negerinya
atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan. Atau
diperintahkan kepada orang-orang yang wajib melakukan shalat Jumat.
Namun
meski demikian, kedudukan shalat ini tidak sampai kepada derajat wajib, sebab
dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada kewajiban selain shalat 5 waktu
semata.
C. Hukum Shalat Gerhana
Para
ulama membedakan antara hukum shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.
1. Gerhana Matahari
Para
ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa shalat gerhana matahari hukumnya sunnah
muakkadah, kecuali mazbah Al-Hanafiyah yang mengatakan hukumnya wajib.
a.
Sunnah Muakkadah
Jumhur
ulama yaitu Mazhab Al-Malikiyah, As-Syafi'iyah dan Al-Malikiyah berketetapan
bahwa hukum shalat gerhana matahari adalah sunnah muakkad.
b. Wajib
Sedangkan
Mazhab Al-Hanafiyah berpendapat bahwa shalat gerhana matahari hukumnya wajib.
2. Gerhana Bulan
Sedangkan
dalam hukum shalat gerhana bulan, pendapat para ulama terpecah menjadi tiga
macam, antara yang mengatakan hukunya hasanah, mandubah dan sunnah muakkadah.
a. Hasanah
Mazhab
Al-Hanafiyah memandang bahwa shalat gerhana bulan hukumnya hasanah.
b. Mandubah
Mazhab
Al-Malikiyah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah mandubah.
c. Sunnah Muakkadah
Mazhab
As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum shalat gerhana bulan
adalah sunnah muakkadah.
D. Pelaksanaan Shalat Gerhana
1. Berjamaah
1. Berjamaah
Shalat
gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan cara berjamaah, sebab dahulu
Rasulullah SAW mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat gerhana secara
berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah radhiyallahu 'anha. Sebelum sholat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan,
”Ash-shalatu jaami'ah.”
2. Tanpa Adzan dan Iqamat
Shalat
gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah
panggilan shalat dengan lafaz "As-Shalatu Jamiah". Dalilnya adalah
hadits berikut :
لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ نُودِيَ : إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ
Ketika
matahari mengalami gerhana di zaman Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil
shalat dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).
3. Sirr dan Jahr
Namun
shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr (merendahkan suara) maupun dengan
jahr (mengeraskannya).
4. Mandi
Juga
disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan shalat gerhana, sebab shalat
ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah
5. Khutbah
Ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum khutbah pada shalat gerhana.
1. Disyariatkan Khutbah
Menurut
pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat gerhana disyariatkan untuk disampaikan
khutbah di dalamnya. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul
Adha dan juga khutbah Jumat.
Dalilnya
adalah hadits Aisyah ra berikut ini :
أَنَّ النَّبِيَّ لَمَّا فَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ قَامَ وَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَال : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَل لاَ يُخْسَفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Dari
Aisyah ra berkata,"Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya,
beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian
bersabda, "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari
tanda-tanda Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian
seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah
shalat dan berdoalah. (HR. Bukhari Muslim)
Dalam
khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertaubat dari dosa serta untuk
mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, doa dan istighfar (minta ampun).
2. Tidak Disyariatkan Khutbah
Sedangkan
Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat ini disunnahkan untuk diberikan
peringatan (al-wa'zh) kepada para jamaah yang hadir setelah shalat, namun bukan
berbentuk khutbah formal di mimbar.
Al-Hanafiyah
dan Al-Hanabilah juga tidak mengatakan bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah,
sebab pembicaraan Nabi SAW setelah shalat dianggap oleh mereka sekedar
memberikan penjelasan tentang hal itu.
Dasar
pendapat mereka adalah sabda Nabi SAW :
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Bila
kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah. (HR.
Bukhari Muslim)
Dalam
hadits ini Nabi SAW tidak memerintahkan untuk disampaikannya khutbah secara
khusus. Perintah beliau hanya untuk shalat saja tanpa menyebut khutbah.
6. Banyak Berdoa, Dzikir, Takbir dan Sedekah
Disunnahkan
apabila datang gerhana untuk memperbanyak doa, dzikir, takbir dan sedekah,
selain shalat gerhana itu sendiri.
فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
Apabila
kamu menyaksikannya maka berdoalah kepada Allah, bertakbir, shalat dan
bersedekah. (HR. Bukhari dan Muslim)
E. Tata Cara Teknis Shalat Gerhana
E. Tata Cara Teknis Shalat Gerhana
Adapun
tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut :
Niat melakukan sholat gerhana matahari (kusufisy-syams) atau gerhana bulan (khusufil-qamar), menjadi imam atau ma’mum.
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ / لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
5.
- Takbiratul ihram
- Membaca niat
- Membaca do’a istiftah kemudian
berta’awudz, dan membaca surat Al Fatihah dilanjutkan membaca surat yang
panjang.
- Kemudian ruku’, dengan memanjangkan
ruku’nya.
- Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal)
sambil mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal hamd’.
- Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud,
namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang.
Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.
- Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang
panjangnya lebih pendek dari ruku’ yang pertama.
- Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal)
sambil mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal hamd’,
kemudian berhenti dengan lama.
- Kemudian melakukan dua kali sujud dengan
memanjangkannya, diantara keduanya melakukan duduk antara dua sujud sambil
memanjangkannya.
- Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan
raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan
gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
- Tasyahud.
- Salam. (Lihat : Al Mughni karya
Ibnu Qudamah 3/313, dan Al Majmu’ karya Imam Nawawi 5/48)
Dalil
yang menerangkan tentang sifat shalat gerhana adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha:
عَنْ
عَائِشَةَ
زَوْجِ
النَّبِيِّ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
قَالَتْ
: ”
خَسَفَتْ
الشَّمْسُ
فِي
حَيَاةِ
النَّبِيِّ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
فَخَرَجَ
إِلَى
الْمَسْجِدِ
فَصَفَّ
النَّاسُ
وَرَاءَهُ
،
فَكَبَّرَ
،
فَاقْتَرَأَ
رَسُولُ
اللَّهِ
صَلَّى
اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
قِرَاءَةً
طَوِيلَةً
،
ثُمَّ
كَبَّرَ
فَرَكَعَ
رُكُوعًا
طَوِيلًا
،
ثُمَّ
قَالَ
: سَمِعَ
اللَّهُ
لِمَنْ
حَمِدَهُ. فَقَامَ
وَلَمْ
يَسْجُدْ
،
وَقَرَأَ
قِرَاءَةً
طَوِيلَةً
،
هِيَ
أَدْنَى
مِنْ
الْقِرَاءَةِ
الْأُولَى
. ثُمَّ
كَبَّرَ
وَرَكَعَ
رُكُوعًا
طَوِيلًا
،
وَهُوَ
أَدْنَى
مِنْ
الرُّكُوعِ
الْأَوَّلِ
. ثُمَّ
قَالَ
: سَمِعَ
اللَّهُ
لِمَنْ
حَمِدَهُ
رَبَّنَا
وَلَكَ
الْحَمْدُ. ثُمَّ
سَجَدَ
،
ثُمَّ
قَالَ
فِي
الرَّكْعَةِ
الْآخِرَةِ
مِثْلَ
ذَلِكَ
. فَاسْتَكْمَلَ
أَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ
،
فِي
أَرْبَعِ
سَجَدَاتٍ
“Terjadi
gerhana matahari pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup,
kemudian Beliau keluar menuju masjid untuk melaksanakan sholat, dan para
sahabat berdiri dibelakang Beliau membuat barisan shof sholat, lalu Beliau
bertakbir dan membaca surat yang panjang, kemudian bertakbir dan ruku’ dengan
ruku’ yang lama, lalu bangun dan mengucapkan : ‘sami’allahu liman hamidah’.
Kemudian bangkit dari ruku’ dan tidak dilanjutkan dengan sujud, lalu membaca
lagi dengan surat yang panjang yang bacaannya lebih singkat dari bacaan yang
pertama tadi. Kemudian bertakbir, lantas ruku’ sambil memanjangkannya, yang
panjangnya lebih pendek dari ruku’ yang pertama. Lalu mengucapkan : ‘sami’allahu
liman hamidah, rabbanaa wa lakal hamd’, kemudian sujud. Beliau melakukan pada
raka’at yang terakhir seperti itu pula maka sempurnalah empat kali ruku’ pada
empat kali sujud” (HR. Bukhori no. 1046, Muslim no. 2129).
Ada
pun bagaimana bentuk teknis dari shalat gerhana, para ulama menerangkan
berdasarkan nash-nash syar'i sebagai berikut :
1. Dua Rakaat
Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud. Dalil yang melandasi hal tersebut adalah :
Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud. Dalil yang melandasi hal tersebut adalah :
Dari
Abdullah bin Amru berkata,"Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Nabi
SAW, orang-orang diserukan untuk shalat "As-shalatu jamiah". Nabi
melakukan 2 ruku' dalam satu rakaat kemudian berdiri dan kembali melakukan 2
ruku' untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak. Aisyah ra
berkata,"Belum pernah aku sujud dan ruku' yang lebih panjang dari ini. (HR.
Bukhari dan Muslim)
2. Bacaan Al-Quran
Shalat
gerhana termasuk jenis shalat sunnah yang panjang dan lama durasinya. Di dalam
hadits shahih disebutkan tentang betapa lama dan panjang shalat yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW itu :
ابْنُ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَال : كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ فَصَلَّى الرَّسُول وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
Dari
Ibnu Abbas radhiyallahuanhu, dia berkata bahwa telah terjadi gerhana matahari
pada masa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW melakukan shalat bersama-sama
dengan orang banyak. Beliau berdiri cukup lama sekira panjang surat Al-Baqarah,
kemudian beliau SAW ruku' cukup lama, kemudian bangun cukup lama, namun tidak
selama berdirinya yang pertama. Kemudian beliau ruku' lagi dengan cukup lama
tetapi tidak selama ruku' yang pertama. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Lebih
utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang pertama setelah Al-Fatihah
dibaca surat seperti Al-Baqarah dalam panjangnya.
Sedangkan
berdiri yang kedua masih pada rakaat pertama dibaca surat dengan kadar sekitar
200-an ayat, seperti Ali Imran.
Sedangkan
pada rakaat kedua pada berdiri yang pertama dibaca surat yang panjangnya
sekitar 250-an ayat, seperti An-Nisa. Dan pada berdiri yang kedua dianjurkan
membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an ayat seperti Al-Maidah.
3. Memperlama Ruku' dan Sujud
Disunnahkan
untuk memanjangkan ruku' dan sujud dengan bertasbih kepada Allah SWT, baik pada
2 ruku' dan sujud rakaat pertama maupun pada 2 ruku' dan sujud pada rakaat
kedua.
Yang
dimaksud dengan panjang disini memang sangat panjang, sebab bila dikadarkan
dengan ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa dibandingkan dengan membaca 100, 80,
70 dan 50 ayat surat Al-Baqarah.
Panjang
ruku' dan sujud pertama pada rakaat pertama seputar 100 ayat surat Al-Baqarah,
pada ruku' dan sujud kedua dari rakaat pertama seputar 80 ayat surat
Al-Baqarah. Dan seputar 70 ayat untuk rukuk dan sujud pertama dari rakaat
kedua. Dan sujud dan rukuk terakhir sekadar 50 ayat.
Dalilnya
adalah hadits shahih yang keshahihannya telah disepakati oleh para ulama
hadits.
كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ فَصَلَّى الرَّسُول وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلاً نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الأْوَّل ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلاً وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأْوَّل
Dari
Ibnu Abbas ra berkata,"Terjadi gerhana matahari dan Rasulullah SAW
melakukan shalat gerhana. Beliau beridri sangat panjang sekira membaca surat
Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku' sangat panjang lalu berdiri lagi dengan
sangat panjang namun sedikit lebih pendek dari yang pertama. Lalu ruku' lagi
tapi sedikit lebih pendek dari ruku' yang pertama. Kemudian beliau sujud. Lalu
beliau berdiri lagi dengan sangat panjang namun sidikit lebih pendek dari yang
pertama, kemudian ruku' panjang namun sedikit lebih pendek dari sebelumnya.(HR.
Bukhari dan Muslim).
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Disarikan dari berbagai sumber
Disarikan dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar