a) Duduk Istirahat
Para Ulama telah sepakat, bahwa duduknya orang yang shalat setelah bangkit dari sujud kedua pada raka’at pertama dan ketiga, yakni sebelum berdiri ke raka’at kedua dan keempat (duduk istirahat), tidak termasuk kewajiban shalat, tidak pula termasuk sunnah muakkadah. Kemudian ada perbedaan pendapat, apakah hukumnya sunnah saja atau memang tidak termasuk kewajiban shalat sama sekali, atau boleh dilakukan oleh yang membutuhkannya karena fisiknya lemah akibat usia lanjut atau karena sakit atau fisiknya yang tidak fit.
Yang berpendapat bahwa duduk istirahat tersebut hukumnya adalah sunnah adalah Imam Asy-Syafi’i., ulama Kuffah dan sejumlah ahli hadits, demikian juga menurut salah satu pendapat Imam Ahmad, yaitu berdasarkan hadits:
# Dari Malik bin Huwairits bahwasanya,
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat, maka bila pada raka’at yang ganjil tidaklah beliau bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Yang berpendapat bahwa duduk istirahat tersebut tidak termasuk kewajiban shalat sama sekali, di antaranya adalah: Abu Hanifah, Malik dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Mereka menyatakan bahwa karena hadits-hadits lainnya tidak menyebutkan adanya duduk istirahat tersebut, maka kemungkinannya adalah; bahwa yang disebutkan dalam hadits Malik bin Al-Huwairits tentang duduk tersebut adalah di akhir hayat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika fisik beliau telah lemah atau karena sebab lain.
Dan pendapat ketiga, yaitu menggabungkan antara hadits-hadits yang ada; bahwa duduk istirahat tersebut boleh dilakukan oleh yang membutuhkannya karena fisiknya lemah akibat usia lanjut atau karena sakit atau fisiknya yang tidak fit.
Kelompok ini mengatakan, bahwa duduk istirahat tersebut disyariatkan saat dibutuhkan saja (hukumnya mustahab). Tidak disebutkannya duduk istirahat tersebut dalam hadits-hadits lainnya bukan berarti bahwa duduk istirahat itu tidak mustahab, melainkan hanya untuk menunjukkan bahwa duduk istirahat itu tidak wajib.
Pendapat kelompok ini, dikuatkan dengan dua hal:
Pertama: Bahwa pada dasarnya perbuatan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam itu adalah persyariatan untuk diikuti.
Kedua: Tentang duduk istirahat tersebut yang disebutkan dalam hadits Abu Humaid As-Saidi, yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad jayyid, yang mana dalam hadits tersebut disebutkan tentang sifat shalat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam seperti itu (duduk istirahat) kepada sepuluh orang sahabat, dan mereka membenarkannya.
Istilah-istilah dalam Pendidikan Madrasah
1 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar