Guru Ngaji YGNI |
Setelah Kewajiban pertama dan kedua umat Islam terhadap Jenazah yaitu dan Mengkafani maka kemudian mempunyai kewajiban berikutnya sholat jenazah seperti berikut :
Setelah kita mengetahui keutamaan yang besar ini, maka selayaknya bagi andasemua saudaraku yang tercinta, untuk mengetahui tata cara shalat Jenazah, sebagaimana yang diajarkan di dalam sunnah Nabi shallallahu’alaihi wasallam.
Dari
Thalhah bin Abdillah bin ‘Auf rahimahullah dia berkata:
صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَلَى جَنَازَةٍ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ قَالَ لِيَعْلَمُوا أَنَّهَا سُنَّةٌ
“Aku shalat di belakang Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma pada suatu jenazah, lalu ia membaca surat Al Fatihah. Lalu beliau berkata, “Agar orang-orang tahu bahwa itu (membaca Al-Fatihah dalam shalat jenazah) adalah sunah.” (HR. Al-Bukhari no. 1335)
Auf bin Malik radhiallahu anhu berkata:
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَنَازَةٍ فَحَفِظْتُ مِنْ دُعَائِهِ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ قَالَ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنْ أَكُونَ أَنَا ذَلِكَ الْمَيِّتَ
“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menshalatkan jenazah, dan saya hafal do’a yang beliau ucapkan: “ALLAHUMMAGHFIR LAHU, WARHAMHU, WA ‘AAFIHI, WA’FU ‘ANHU. WA AKRIM NUZULAHU, WA WASSI’ MUDKHALAHU. WAGHSILHU BILMAA`I WATS TSALJI WAL BARADI, WA NAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA NAQQAITATS TSAUBAL ABYADHA MINAD DANASI. WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI, WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI, WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAUJIHI. WA ADKHILHUL JANNATA, WA A’IDZHU MIN ‘ADZAABIL QABRI, AU MIN ‘ADZAABIN NAAR. (Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia, dan maafkanlah ia. Muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnya. Bersihkanlah ia dengan air, salju, dan air yang sejuk, dan bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran. Gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan istri di dunia dengan istri yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka).” Hingga saya (Auf) berangan-angan seandainya saya saja yang menjadi mayit itu.” (HR. Muslim no. 963)
صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَلَى جَنَازَةٍ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ قَالَ لِيَعْلَمُوا أَنَّهَا سُنَّةٌ
“Aku shalat di belakang Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma pada suatu jenazah, lalu ia membaca surat Al Fatihah. Lalu beliau berkata, “Agar orang-orang tahu bahwa itu (membaca Al-Fatihah dalam shalat jenazah) adalah sunah.” (HR. Al-Bukhari no. 1335)
Auf bin Malik radhiallahu anhu berkata:
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَنَازَةٍ فَحَفِظْتُ مِنْ دُعَائِهِ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ قَالَ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنْ أَكُونَ أَنَا ذَلِكَ الْمَيِّتَ
“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menshalatkan jenazah, dan saya hafal do’a yang beliau ucapkan: “ALLAHUMMAGHFIR LAHU, WARHAMHU, WA ‘AAFIHI, WA’FU ‘ANHU. WA AKRIM NUZULAHU, WA WASSI’ MUDKHALAHU. WAGHSILHU BILMAA`I WATS TSALJI WAL BARADI, WA NAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA NAQQAITATS TSAUBAL ABYADHA MINAD DANASI. WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI, WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI, WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAUJIHI. WA ADKHILHUL JANNATA, WA A’IDZHU MIN ‘ADZAABIL QABRI, AU MIN ‘ADZAABIN NAAR. (Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia, dan maafkanlah ia. Muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnya. Bersihkanlah ia dengan air, salju, dan air yang sejuk, dan bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran. Gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan istri di dunia dengan istri yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka).” Hingga saya (Auf) berangan-angan seandainya saya saja yang menjadi mayit itu.” (HR. Muslim no. 963)
Penjelasan ringkas:
Sudah diterangkan pada dua artikel sebelumnya dalam ‘Kaifiat Shalat Jenazah’ bahwa shalat jenazah terdiri dari 4 kali takbir. Adapun perinciannya, maka disebutkan dalam hadits Abu Umamah Sahl bin Hunaif radhiallahu anhu dimana beliau berkata:
السنة في الصلاة على الجنازة أن يكبر ثم يقرأ بأم القرآن ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يخلص الدعاء للميت ولا يقرأ إلا في الأولى
“Yang menjadi sunnah dalam shalat jenazah adalah bertakbir (yang pertama) lalu membaca Al-Fatihah, kemudian (pada takbir kedua) bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian (pada takbir ketiga) mendoakan jenazah. Tidak boleh membaca Al-Qur`an kecuali pada takbir yang pertama.” (HR. Al-Hakim: 1/360, Al-Baihaqi: 4/39, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ahkam Al-Jana`iz hal. 121)
Sudah diterangkan pada dua artikel sebelumnya dalam ‘Kaifiat Shalat Jenazah’ bahwa shalat jenazah terdiri dari 4 kali takbir. Adapun perinciannya, maka disebutkan dalam hadits Abu Umamah Sahl bin Hunaif radhiallahu anhu dimana beliau berkata:
السنة في الصلاة على الجنازة أن يكبر ثم يقرأ بأم القرآن ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يخلص الدعاء للميت ولا يقرأ إلا في الأولى
“Yang menjadi sunnah dalam shalat jenazah adalah bertakbir (yang pertama) lalu membaca Al-Fatihah, kemudian (pada takbir kedua) bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, kemudian (pada takbir ketiga) mendoakan jenazah. Tidak boleh membaca Al-Qur`an kecuali pada takbir yang pertama.” (HR. Al-Hakim: 1/360, Al-Baihaqi: 4/39, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ahkam Al-Jana`iz hal. 121)
Sementara
pada takbir yang keempat tidak disyariatkan untuk membaca apa-apa karena tidak
adanya dalil yang shahih dalam permasalahan. Jadi, setelah takbir yang keempat
langsung salam.
Maka hadits
Abu Umamah di atas merinci dua hadits (hadits Ibnu Abbas dan Anas) yang kami
bawakan di atas. Yaitu bahwa Al-Fatihah dibaca pada takbir pertama dan doa
kepada jenazah dibaca pada takbir yang ketiga. Adapun lafazh shalawat pada
takbir yang kedua, maka disyariatkan untuk membaca shalawat yang biasa dibaca
di dalam shalat.
Tata Cara Menshalatkan Mayit
Shalat jenazah
memiliki tata cara yang berbeda dengan shalat yang lain, karena shalat ini
dilaksanakan tanpa ruku’, tanpa sujud, tanpa duduk, dan tanpa tasyahhud hanya terdiri
dari 4 takbir (Al-Muhalla,
3/345). Berikut perinciannya:
Imam berdiri tepat di bagian kepala mayit, jika jenazah adalah seorang laki-laki atau di bagian tengah badan (perut) jika jenazah seorang wanita. Kemudian makmum berdiri di belakangnya, sebagaimana dalam shalat yang lain, kemudian bertakbir sebanyak empat kali dengan rincian sebagai berikut:
Imam berdiri tepat di bagian kepala mayit, jika jenazah adalah seorang laki-laki atau di bagian tengah badan (perut) jika jenazah seorang wanita. Kemudian makmum berdiri di belakangnya, sebagaimana dalam shalat yang lain, kemudian bertakbir sebanyak empat kali dengan rincian sebagai berikut:
1.
Takbir
yang pertama, yaitu takbiratul ihram, Takbir pertama dengan
mengangkat tangan, lalu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri (sedekap) sebagaimana hal ini dilakukan pada shalat-shalat
lain.
a.
Al-Imam Al-Hafizh Ibnul
Qaththan t berkata: “Ulama bersepakat bahwa orang yang menshalati jenazah, ia
bertakbir dan mengangkat kedua tangannya pada takbir yang awal.” (Al-Iqna’ fi
Masa`ilil Ijma’, 1/186)
b.
Ibnu Hazm t menyatakan:
“Adapun mengangkat tangan ketika takbir dalam shalat jenazah, maka tidak ada
keterangan yang menunjukkan bahwa Nabi n melakukannya, kecuali hanya pada awal
takbir saja.” (Al-Muhalla, 3/351)
c.
Asy-Syaikh Al-Albani t
berkata: “Tidak didapatkan dalam As-Sunnah adanya dalil yang menunjukkan
disyariatkannya mengangkat tangan pada selain takbir yang pertama. Sehingga
kita memandang meng-angkat tangan di selain takbir pertama tidaklah
disyariatkan. Demikianlah pendapat madzhab Hanafiyyah dan selain mereka.
Pendapat ini yang dipilih oleh Asy-Syaukani t 21 dan lainnya dari kalangan
muhaqqiq.” (Ahkamul Jana`iz , hal.148)
2.
Setelahnya,
berta‘awwudz lalu membaca Al-Fatihah22 dan surah lain dari Al-Qur`an23. Thalhah bin Abdillah bin ‘Auf berkata: “Aku pernah shalat jenazah di
belakang Ibnu ‘Abbas c, ia membaca Al-Fatihah dan surah lain. Ia mengeraskan
(menjahrkan) bacaannya hingga terdengar oleh kami. Ketika selesai shalat, aku
memegang tangannya seraya bertanya tentang jahr tersebut. Beliau menjawab:
“Hanyalah aku menjahrkan bacaanku agar kalian mengetahui bahwa (membaca
Al-Fatihah dan surah dalam shalat jenazah) itu adalah sunnah24 dan haq
(kebenaran)
Sebenarnya
bacaan dalam shalat jenazah tidaklah dijahrkan namun dengan sirr (pelan), berdasarkan keterangan yang ada dalam hadits Abu Umamah
bin Sahl, ia berkata: “Yang sunnah dalam shalat jenazah,
pada takbir pertama membaca Al-Fatihah dengan perlahan kemudian bertakbir tiga
kali dan mengucapkan salam setelah takbir yang akhir.”
Ibnu
Qudamahtberkata: “Bacaan (qira`ah) dan doa dalam shalat
jenazah dibaca secara sirr. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat
dalam masalah ini di kalangan ahlul ilmi. Adapun riwayat dari Ibnu ‘Abbas c di
atas, maka kata Al-Imam Ahmad t: ‘Hanyalah beliau melakukan hal itu
(men-jahrkan bacaan) untuk mengajari mereka’.” (Al-Mughni, fashl Al-Israr bil
Qira`ah wad Du’a` fi Shalatil Janazah)
Al-Imam
Asy-Syaukani t berkata: “Jumhur ulama berpendapat tidak disunnahkan menjahrkan
bacaan dalam shalat jenazah.” (Nailul Authar 4/81)
.
3. Takbir ke dua, lalu mengucapkan shalawat atas Nabi
shallallahu’alaihi wasallam,
اَللَّهُمُّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبَرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
"Ya
Allah limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah melimpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan kepada
keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia, dan
berikanlah berkah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberikan berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
4. Takbir yang ke tiga, lalu berdo'a untuk mayit dan untuk
kaum muslimin dengan do'a yang ma'tsur (bersumber dari Nabi shallallahu’alaihi
wasallam) yakni:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا, وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا, اَللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى الإِسْلاَمِ وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَّفَهُ عَلَى اْلإِيْمَانِ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلُه بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الذُّنُوْبِ وَالْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّ الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مَِنَ الدَّنَسِ وَابْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ اْلَقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ وَافْسَحْ لَهُ فِيْ قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَهُ
"Ya
Allah ampunilah orang yang hidup di antara kami dan orang yang mati di antara
kami, yang hadir di antara kami dan yang tidak hadir, anak-anak kecil di antara
kami dan orang-orang yang sudah tua, yang laki laki di antara kami dan yang
wanita. Ya Allah siapa saja yang Kauhidupkan di antara kami, maka hidupkanlah
dalam Islam, dan siapa saja yang Engkau wafatkan di antara kami, maka wafatkan
dalam keadaan Iman. Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, peliharalah dia
dan maafkanlah dia, muliakanlah tempatnya, luaskanlah kuburnya. basuhlah dia
dengan air, salju (es) dan air embun, dan sucikanlah ia dari dosa dan kesalahan
sebagaimana baju putih yang dibersihkan dari noda. Gantilah untuknya rumah yang
lebih baik daripada rumahnya (di dunia) dan keluarga yang lebih baik daripada
keluarganya, dan masukkanlah dia ke dalam surga, dan lindungilah ia dari adzab
kubur dan adzab api neraka, lapangkanlah ia dalam kuburnya dan berilah cahaya
kepadanya di dalam kubur. Ya Allah janganlah Engkau halangi kami atas pahalanya,
dan janganlah Engkau sesatkan kami sepeninggalnya".(HR.
Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)
Jika mayitnya seorang wanita, maka dengan menggunakan kalimat, Allahummaghfir la[ha], yakni menggunakan kata ganti untuk wanita, yaitu [ha].
Apabila mayit adalah seorang anak atau karena keguguran, maka mengucapkan,
Jika mayitnya seorang wanita, maka dengan menggunakan kalimat, Allahummaghfir la[ha], yakni menggunakan kata ganti untuk wanita, yaitu [ha].
Apabila mayit adalah seorang anak atau karena keguguran, maka mengucapkan,
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا وَذَخَرًا لِوَالِدَيْهِ وَشَفِيْعًا مُجَابًا اَللَّهُمَّ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا وَاعْظِمْ بِهِ أُجُوْرَهُمَا وَأَلْحِقْهُ بِصَالِحِ سَلَفِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَاجْعَلْهُ فِيْ كَفَالَةِ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَقِهِ بِرَحْمَتِكَ عَذَابَ الْجَحِيْمِ
"Ya
Allah jadikanlah ia pendahuluan dan simpanan pahala bagi dua orang tuanya,
pemberi syafa'at yang diterima syafa'atnya, ya Allah beratkanlah dengannya
timbangan kedua orang tuanya, lipatkanlah pahala keduanya, dan kumpulkanlah ia
bersama para pendahulu yang shalih dari kaum mukminin, dan jadikanlah ia dalam
tanggungan Nabi Ibrahim ’alaihissallam, dan jagalah dia dengan rahmat-Mu dari
adzab Neraka Jahim." (Lihat al-Mughni, Ibnu
Qudamah, 4:433)
5.
Takbir
ketiga, lalu berdoa secara khusus untuk si mayat secara sirr menurut pendapat
jumhur ulama. (Al-Minhaj
7/34) Nabi n bersabda:
“Apabila
kalian menshalati mayat, khususkanlah doa untuknya.”27
Kata
Al-Munawi t menerangkan makna hadits di atas: “Yakni doakanlah si mayat dengan
ikhlas dan menghadirkan hati karena maksud dari shalat jenazah tersebut adalah
untuk memintakan ampun dan syafaat bagi si mayat. Diharapkan permintaan
tersebut akan dikabulkan dengan terkumpulnya keikhlasan dan doa dengan sepenuh
hati.” (Catatan kaki Ahkamul Janaiz, hal. 156)
Dalam
hal ini, mengucapkan doa yang pernah diajarkan Nabi n lebih utama daripada
mengamalkan yang selainnya. (Asy-Syarhul Mumti‘ 2/530, At-Ta‘liqat Ar Radhiyyah
1/444).
Di
antara sekian doa yang pernah diucapkan Nabi n untuk jenazah adalah:
“Allahummaghfir
lahu warhamhu, wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi’ mudkhalahu.
Waghsilhu bil maa-i wats tsalji wal barad. Wa naqqihi minadz dzunuubi wal
khathaayaa kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minad danas. Wa abdilhu daaran
khairan min daarihi, wa zaujan khairan min zaujihi. Wa adkhilhul jannata wa
a’idz-hu min ‘adzaabil qabri wa min ‘adzaabin naari.”
“Ya
Allah, ampuni dan rahmatilah dia. Lindungilah dia dari perkara yang tidak baik
dan maafkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskan/ lapangkanlah tempat
masuknya. Basuhlah ia (dari bekas-bekas dosa) dengan
air, salju dan es. Sucikanlah dia dari
kesalahan-kesalahannya sebagaimana engkau mensucikan pakaian putih dari noda.
Gantikanlah untuknya negeri yang lebih baik daripada negerinya, keluarga yang
lebih baik daripada keluarganya dan pasangan yang lebih baik daripada pasangan
hidupnya. Masukkanlah ia ke dalam surga, lindungilah dia dari adzab kubur dan
adzab neraka.”29
“Allahummaghfir
lihayyinaa wa mayyitinaa, wa syaahidinaa wa ghaa-ibinaa, wa shaghiirinaa wa
kabiirinaa, wadzakarinaa wa utsaanaa. Allahumma man ahyaitahu minna fa ahyihi
‘alal Islaam, wa man tawaffaitahu minnaa fa tawaffahu ‘alal imaan. Allahumma
laa tahrimnaa ajrahu wa laa tudhilnaa ba’dahu.”
“Ya
Allah, ampunilah orang yang masih hidup di antara kami dan orang yang sudah
meninggal, orang yang sekarang ada (hadir) dan orang yang tidak hadir, anak
kecil di antara kami dan orang besar, laki-laki dan wanita kami. Ya Allah siapa
yang engkau hidupkan di antara kami maka hidupkanlah ia di atas Islam dan siapa
yang engkau wafatkan di antara kami maka wafat-kanlah dia di atas iman. Ya Allah
janganlah engkau haramkan bagi kami pahalanya dan jangan engkau sesatkan kami
sepeninggalnya.”30
Bila
mayat itu anak kecil, maka disenangi untuk mendoakan kedua orang tuanya31 agar
mendapatkan ampunan dan rahmah seperti tersebut dalam hadits Al-Mughirah bin
Syu‘bah z.32
Ulama
menganggap baik untuk mengucapkan doa berikut ini:
“Allahummaj’alhu
dzukh-ran liwaalidaihi wa farathan wa ajran wa syafii’an mujaaban. Allahumm
tsaqqil bihi mawaaziinahuma wa a’dhim bihi ujuurahuma wa alhiq-hu bi shaalihi
salafil mukminin. Waj’alhu fii kifaalati Ibraahiima wa qihi birahmatika
‘adzaabal Jahiim…..dst”
Artinya:
“Ya
Allah jadikanlah anak ini (si mayat) sebagai pendahulu bagi kedua orang tuanya,
tabungan/ simpanan dan pahala bagi keduanya. Ya Allah beratkanlah timbangan keduanya
dengan kematian si anak, besarkanlah pahala keduanya. Ya Allah, jadikanlah anak
ini dalam tanggungan Nabi Ibrahim33 dan gabungkanlah dia dengan pendahulu yang
shalih dari kalangan (anak-anak kecil) kaum mukminin. Lepaskanlah dia dari
adzab neraka Jahim dengan rahmat-Mu34. Gantikanlah untuknya rumah/ negeri yang
lebih baik daripada rumah/ negerinya, keluarga yang lebih baik daripada
keluarganya. Ya Allah, ampunilah salaf kami, orang-orang yang mendahului kami
dan orang-orang yang mendahului kami dalam keimanan.”35 (Al-Mughni, fashl
Ad-Du’a` li Walidayith Thifl Al-Mayyit)
6. Takbir yang ke empat, , disyariatkan berdoa sebelum mengucapkan salamdengan dalil hadits Abu Ya‘fur dari
Abdullah bin Abi Aufa z ia berkata: “Aku menyaksikan Nabi n (ketika shalat
jenazah) beliau bertakbir empat kali, kemudian (setelah takbir keempat) beliau
berdiri sesaat –untuk berdoa–.”36
Al-Imam
Ahmad t berpendapat disunnahkan berdoa setelah takbir terakhir ini, sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Masa`il Al-Imam Ahmad (153). Demikian pula
pendapat dalam madzhab Asy-Syafi‘iyyah. (Ahkamul Jana`iz, hal. 161)
7.
8.
9. lalu diam sejenak, setelahnya selanjutnya mengucapkan
satu kali ke arah kanan, yaitu mengucapkan, "Assalamu 'alaikum wa
rahmatullah."
Dianjurkan mengangkat kedua tangan pada tiap kali takbir, karena adanya keterangan tentang itu dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam.
Do'a Ziarah Kubur
Di antara do'a berziarah kubur adalah,
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمِ مُؤْمِنِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ
“Keselamatan
semoga terlimpah kepada kalian, penghuni (kubur) kaum mukminin, dan insya Allah
kami semua akan menyusul kalian." (HR.
Muslim)
Hukum wanita mengantar jenazah ke makam
Dari Ummu ‘Athiyyah x:
“Kami
dilarang (dalam satu riwayat: Rasulullah n melarang kami) untuk mengikuti
jenazah namun tidak ditekankan (larangan tersebut) terhadap kami.”1
Al-Imam
Ibnul Daqiqil ‘Ied t berkata:“Hadits ini mengandung dalil dibencinya wanita
mengikuti jenazah, namun tidak sampai pada keharaman. Demikian yang dipahami
dari ucapan Ummu ‘Athiyyah x: (namun tidak ditekankan larangan tersebut
terhadap kami) karena ‘azimah menunjukkan ta`kid (penekanan).” (Ihkamul Ahkam
fi Syarhi ‘Umdatil Ahkam, kitab Al-Jana`iz, hal. 199)
Al-Hafizh
Ibnu Hajar Al-’Asqalani tberkata: “Seakan-akan Ummu ‘Athiyyah hendak
menyatakan bahwa: ‘Beliau n benci bila kami mengikuti jenazah, namun beliau
tidak mengharamkannya’.” Al-Qurthubi t berkata: “Yang tampak dari konteks
ucapan Ummu ‘Athiyyahxadalah larangan tersebut merupakan nahi tanzih (larangan
makruh, bukan haram). Demikian pendapat jumhur ahlul ilmi2.” (Fathul Bari,
3/186).
§
Demikian semoga salawat dan salam Allah subhanahu wata’ala limpahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu’alaihi wasallam.
0 komentar:
Posting Komentar