SELAMAT DATANG DI BLOG GURU NGAJI YGNI

Guru Ngaji YGNI ada untuk pengembangan dakwah lewat pendidikan Diniyah Formal dan Formal serta pemberdayaan masyarakat.

GURU NGAJI YGNI DAN LAZISWAQ YGNI

Anda Peduli Pendidikan Diniyah buat anak anak di desa dan kampung-kampung salurkan bantuan ke LAZISWAQ YGNI BRI : 6602-01-007030-53-9 AN.Yayasan YGNI.

SAVE PALESTINE-SYURIAH-AFGHANISTAN

Indonesia dicap Sebagai Negara Kafir tapi Paling Giat Membela Palestina Merdeka, Arab Diakui Sebagai Pusat Manhaj Sunnah tapi lembek Membla Saudaranya.

ANDA MUSLIM REAKTIF ? KENAPA TIDAK AKTIF ? KALAU ADA PEMURTADAN BARU RIBUT

Kalau ada non muslim peduli terhadap permasalahan lingkungan baik pendidikan ,Sosial ekonomi dan lainnya anda katakan sebagai pemurtadan tapi anda sendiri tidak peduli terhadap mereka, Itulah Islam Reaktif

KAPAN ANDA PEDULI TERHADAP DAKWAH DAN DHUAFA ?

Uang dan harta anda sering digunakan secara berlebihan bahkan mubazir kenapa tidak untuk menolong sesama.

Rabu, 22 Juli 2015

Pengertian Ibadah dan Hikmah Ibadah

Pengertian Ibadah
I.        PENGERTIAN, HAKIKAT, DAN  HIKMAH  IBADAH

A. Pengertian Ibadah
Ibadah (عبادة) secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu antara lain;
1.   Ibadah ialah taat kepada Allah  dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya yang ditetapkan melalui para Rasul-Nya,
2.   Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah, yaitu tingkatan ketundukan yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi pula.
3.   Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin.
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.
Maka Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia, Allah  SWT berfirman;

$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ   !$tB ßƒÍé& Nåk÷]ÏB `ÏiB 5-øÍh !$tBur ßƒÍé& br& ÈbqßJÏèôÜムÇÎÐÈ   ¨bÎ) ©!$# uqèd ä-#¨§9$# r茠Ío§qà)ø9$# ßûüÏGyJø9$# ÇÎÑÈ  

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)
Allah  memberitahukan, tujuan penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah. Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturanNya.
Adapun definisi ibadah dalam bahasa Arab berarti kehinaan atau ketundukan. Dalam terminology, ibadah diartikan sebagai sesuatu yang diperintahkan AllahSWT, bukan karena adanya keberlangsungan tradisi sebelumnya, juga bukan karena tuntutan logika, atau akal manusia. Maka, ruang lingkup ibadah adalah seluruh aktifitas manusia yang diniatkan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT.

B. Hakikat Ibadah
Tujuandiciptakannyamanusia di mukabumiiniyaituuntukberibadahkepada-Nya. Ibadah dalam pengertian yang komprehensif menurut Syaikh Al-Islam IbnuTaimiyah adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT berupa perkataan atau perbuatan baik amalan batin ataupun yang zhahir (nyata).
Adapunhakekatibadahyaitu:
1.  Ibadah adalah tujuan hidup kita.
2.   Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan kerendahan diri kepadaNya.
3.  Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya
4.  Cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang  mengandung makna mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya: mengikuti sunah Rasulullah saw.
5.  Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segalasesuatu yang dicintai Allah).
6.     Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.
Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan; baik dengan melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan hidupnya akan terwujud.

C. Hikmah Ibadah
1.   Tidak SyirikSeorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.
2.   Memiliki ketakwaanKetakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT. Setelah manusia melihat kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban adakalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankankewajiban.
3.   Terhindar dari kemaksiatanIbadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selaludipakai dimanapun manusia berada.
4.  Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang lain.
5.   Tidak kikirHarta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begita besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluanya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan hartauntuk keperluan umat.

D. IBADAH MAHDHAH & GHAIRU MAHDHAH

Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;

1. ‘Ibadah Mahdhah, (ibadah Khas) artinya  penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini  memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah al-Maqbulah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tata caranya, Nabi bersabda: Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tata cara haji kamu
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah:  Sabda Nabi saw.:
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:

c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal), artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia dibaliknya yang disebut hikmah’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Maka wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:  Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah : Wudhu, Tayammum, Mandi hadats, Adzan, Iqamat, Shalat, Membaca al-Quran, I’tikaf, Puasa, Haji dan Umrah,  Mengurus Janazah
2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (ibadah ‘Am) (tidak murni semata hubungan dengan Allah)  yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya.  Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk umum ini tidak dikenal istilah “bid’ah”.
c. Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

E. Fungsi Ibadah
Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga dituntut untuk beramal sholeh. Karena Islam adalah agama amal, bukan hanya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada keimanan semata, melainkan juga pada amal perbuatan yang nyata. Islam adalah agama yang dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan karena Allah. Ibadah dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk mewujudkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dalam semua aspek kehidupan dan aktifitas. Baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat. Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam yaitu;
1.   Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui “muqarabah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT. Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.”
Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaan terhadap manusia, harta benda dan hawa nafsu.
2.    Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur'an ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat. Contohnya: Ketika Al-Qur'an berbicara tentang shalat, ia menjelaskan fungsinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. Al-ankabut 45
Dalam ayat ini Al-Qur'an menjelaskan bahwa fungsi shalat adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan keji dan mungkar adalah suatu perbuatan merugikan diri sendiri dan orang lain. Maka dengan shalat diharapakan manusia dapat mencegah dirinya dari perbuatan yang merugikan tersebut.
Ketika Al-Qur'an berbicara tentang zakat, Al-Qur'an juga menjelaskan fungsinya: 
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”QS. Attaubah 103)
Zakat berfungsi untuk membersihkan mereka yang berzakat dari kekikiran dan kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta benda. Sifat kikir adalah sifat buruk yang anti kemanusiaan. Orang kikir tidak akan disukai masyarakat zakat juga akan menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati pemberinya dan memperkembangkan harta benda mereka. Orang yang mengeluarkan zakat hatinya akan tentram karena ia akan dicintai masyarakat. Dan masih banyak ibadah-ibadah lain yang tujuannya tidak hanya baik bagi diri pelakunya tetapi juga membawa dapak sosial yang baik bagi masyarakatnya. Karena itu Allah tidak akan menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda:
Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar, maka dia hanya akan bertambah jauh dari Allah” (HR. Thabrani)
3.   Melatih diri untuk berdisiplin
Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan shalat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama muslim, menyakiti manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak mau membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak mau melakukan “amar ma'ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah SWT.

F. Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan al-Qur’an dan as Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardûdah (bid’ah yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW.
“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi syarat bagi diterimanya. Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu[5]:
1.  Ikhlas
Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”. Katakanlah: “Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku”. Katakanlah: “Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”. (QS az-Zumar/39 : 11-14).

2.  Ittiba’ Rasul. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS al-Kahfi/18: 110)
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat lâ ilâha illallâh, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah s.a.w., karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

B. Hubungan Antara Aqidah, Ibadah, Muamalah,  dan Ahklak
Hubungan aqidah dengan akhlak
Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup inidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan aktifitas manusia.
“Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak “Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, Karena akhlak tersarikan dari aqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah.
ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada yang lainya, yang disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa dijalankan dengan baik apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.
Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya. Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam kehidupan mereka, karena hanya inilah yang menghantarkan mereka mendapatkan ridha allah dan atau membawa mereka mendapatkan balasan kebaikan dari allah
Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang berhubungan dengan aqidah. Jujur dapat terwujud apabila seseorang telah memegang konsep-konsep yang berhubungan dengan aqidah. Dengan dijalankanya konsep-konsep aqidah tersebut maka seseorang akan memiliki akhlak yang baik. Sehingga orang akan takut dalam melakukan perbuatan dosa.
Hubungan aqidah dengan ibadah
Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran agama Islam. Ibarat sebuah bangunan, maka perlu adanya pondasi yang kuat yang mampu menopang bangunan tersebut sehingga bangunan tersebut bisa berdiri dengan kokoh. Demikianlah urgensi akidah dalam Islam, Akidah seseorang merupakan pondasi utama yang menopang bangunan keislaman pada diri orang tersebut. Apabila pondasinya tidak kuat maka bangunan yang berdiri diatasnya pun akan mudah dirobohkan.
Selanjutnya Ibadah yang merupakan bentuk realisasi keimanan seseorang, tidak akan dinilai benar apabila dilakukan atas dasar akidah yang salah. Hal ini tidak lain karena tingkat keimanan seseorang adalah sangat bergantung pada kuat tidaknya serta benar salahnya akidah yang diyakini orang tersebut. Sehingga dalam diri seorang muslim antara akidah, keimanan serta amal ibadah mempunyai keterkaitan yang sangat kuat antara ketiganya.
Muslim apabila akidahnya telah kokoh maka keimanannya akan semakin kuat, sehingga dalam pelaksanaan praktek ibadah tidak akan terjerumus pada praktek ibadah yang salah. Sebaliknya apabila akidah seseorang telah melenceng maka dalam praktek ibadahnya pun akan salah kaprah, yang demikian inilah akan mengakibatkan lemahnya keimanan.
Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, sejak kelahirnya telah dibekali dengan akal pikiran serta perasaan (hati). Manusia dengan akal pikiran dan hatinya tersebut dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar, dapat mempelajari bukti-bukti kekuasaan Allah, sehingga dengannya dapat membawa diri mereka pada keyakinan akan keberadaan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengakui keberadaan Allah SWT. karena selain kedua bekal yang dimiliki oleh mereka sejak lahir, Allah juga telah memberikan petunjuk berupa ajaran agama yang didalamnya berisikan tuntunan serta tujuan dari hidup mereka di dunia.
Ibadah mempunyai hubungan yang erat dengan aqidah. Antaranya :
  1. Ibadah adalah hasil daripada aqidah  yaitu keimanan terhadap Allah sebenarnya yang telah membawa manusia untuk beribadat kepada Allah swt.
  2. Aqidah adalah asas penerimaan ibadah yaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang manusia bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah swt.
  3. Aqidah merupakan tenaga penggerak yang mendorong manusia melakukan ibadat serta menghadapi segala cabaran dan rintangan.
Akidah adalah merupakan pondasi utama kehidupan keislaman seseorang. Apabila pondasi utamanya kuat, maka bangunan keimanan yang terealisasikan dalam bentuk amal ibadah orang tersebut pun akan kuat pula.
Amal ibadah tidak akan bisa benar tanpa dilandasi akidah yang benar. amal ibadah dinilai benar apabila dilakukan hanya untuk Allah semata dengan ittiba’ Rasul SAW.
Manusia diberi bekali akal pikiran agar dengan akal pikiran tersebut mereka dapat membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mempelajari tanda-tanda kekuasaan Allah, menganalisa hakikat kehidupannya sehingga dia tahu arah dan tujuan dirinya diciptakan di dunia. Akal pikiran dan perasaan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain. Oelh karena itu manusia dipercaya untuk menjadi khalifah Allah di Bumi.
Hubungan aqidah dengan muamalah
Pola pikir, tindakan dan gagasan umat Islam hendaknya selalu bersendikan pada aqidah Islamiyah. Ungkapan “buah dari aqidah yang benar (Iman) tidak lain adalah amal sholeh” harus menjadi spirit dan etos ummat Islam. Pribadi yang mengaku muslim mestinya selalu menebar amal shalih sebagai implementasi keimanannya di manapun mereka berada. Tidak kurang 60 ayat Al Qur’an menerangkan korelasi antara keimanan yang benar dengan amal sholeh ini. Ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa perintah beriman kepada Allah dan hari akhir selalu diikuti dengan perintah untuk melaksanakan amal shalih. Inilah makna operatif dari ungkapan “al-Islamu ‘aqidatun wa jihaadun”, bahwa kebenaran Islam itu harus diyakini sekaligus juga diperjuangkan pengamalannya secara sungguh-sungguh dalam konteks kemaslahatan dan bebas dari perilaku teror.
Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah segala aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik. Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya
Aqidah adalah pondasi keber-Islaman yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang lain: akhlaq, ibadah dan Muamalat. Aqidah yang kuat akan mengantarkan ibadah yang benar, akhlaq yang terpuji dan muamalat yang membawa maslahat. Selain sebagai pondasi, hubungan antara aqidah dengan pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa juga bersifat resiprokal dan simbiosis. Artinya, ketaatan menuanaikan ibadah, berakhlaq karimah, dan bermuamalah yang baik akan memelihara aqidah.
Dengan kata lain, ibadah adalah pelembagaan aqidah dalam konteks hubungan antara makhkluq dengan Khaliq; akhlaq merupakan buah dari aqidah dalam kehidupan yang etis dan egaliter; dan muamalah sebagai implementasi aqidah dalam masyarakat yang bermartabahat dan menebar maslahat. Karena itu, agar aqidah tumbuh dan berkembang, aqidah harus operatif dan fungsional. Amal usaha atau unit pelayanan umat seperti Panti sosial dan anak yatim, lembaga pendidikan dan pondok pesantren, balai pengobatan dan rumah sakit, lembaga pengumpul dan penyalur zakat serta lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya meminjam istilah M. Amin Abdullah, merupakan bentuk faith in action, buah keimanan yang aktif dan salah satu bentuk penjelmaan ‘tauhid sosial’. Sayanya, tidak sedikit buah faith in action tersebut yang terjebak pada berbagai kepentingan mulai dari ekonomi hingga politik.
Agar tetap kokoh dan kuat serta menjadi penyangga seluruh sendi keber-Islaman, aqidah harus dijaga, dipelihara dan dipupuk sehingga bisa hidup subur dalam pribadi setiap Muslim. Pentingnya memelihara aqidah ini juga tersirat dalam Sirrah Nabawiyah. Saat membangun masyarakat Islam di Makkah dan Madidah selama 23 tahun Rasulullah Muhammad SAW tidak kenal lelah membina aqidah umatnya. Mengingat pentingnya aqidah ini bisa dimengerti bila setiap surat dalam Al Quran mengandung pokok-pokok ajaran keimanan.
Di tengah pasar bebas nilai dan ideologi saat ini, upaya merevitalisasi aqidah serasa memperoleh momentum. Mudah tergiurnya sebagian umat pada faham atau aliran-aliran yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam merupakan efek dari lemahnya aqidah mereka. 
- See more at:http://lppkk-umpalangkaraya.blogspot.com/2014/09/materi-i-pengertian-hakikat-dan-hikmah.html#sthash.JO3pzCFn.dpuf