SELAMAT DATANG DI BLOG GURU NGAJI YGNI

Guru Ngaji YGNI ada untuk pengembangan dakwah lewat pendidikan Diniyah Formal dan Formal serta pemberdayaan masyarakat.

GURU NGAJI YGNI DAN LAZISWAQ YGNI

Anda Peduli Pendidikan Diniyah buat anak anak di desa dan kampung-kampung salurkan bantuan ke LAZISWAQ YGNI BRI : 6602-01-007030-53-9 AN.Yayasan YGNI.

SAVE PALESTINE-SYURIAH-AFGHANISTAN

Indonesia dicap Sebagai Negara Kafir tapi Paling Giat Membela Palestina Merdeka, Arab Diakui Sebagai Pusat Manhaj Sunnah tapi lembek Membla Saudaranya.

ANDA MUSLIM REAKTIF ? KENAPA TIDAK AKTIF ? KALAU ADA PEMURTADAN BARU RIBUT

Kalau ada non muslim peduli terhadap permasalahan lingkungan baik pendidikan ,Sosial ekonomi dan lainnya anda katakan sebagai pemurtadan tapi anda sendiri tidak peduli terhadap mereka, Itulah Islam Reaktif

KAPAN ANDA PEDULI TERHADAP DAKWAH DAN DHUAFA ?

Uang dan harta anda sering digunakan secara berlebihan bahkan mubazir kenapa tidak untuk menolong sesama.

Selasa, 28 April 2015

Tata Cara Dan Bacaan Sujud Syahwi

18. Sujud Sahwi
Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan sebanyak dua kali, yang disyariatkan untuk dilaksanakan jika seseorang merasa ragu tentang jumlah raka’at shalat atau jika dia meninggalkan hal-hal yang wajib dalam shalat seperti tasyahud awal. Pelaksanaan sujud tersebut boleh dilakukan sebelum maupun sesudah salam.
a) Sebab Sujud Sahwi
1) Lupa
Para ulama sepakat bahwa yang melatar-belakangi sujud sahwi adalah lupa (ghaflah). Dan bahkan lafal “sahwi” sendiri artinya lupa, lalai, alpa.
Lupa ini mengakibatkan seseorang menambahi atau mengurangi gerakan shalat. Sedangkan bila menambahi atau mengurangi gerakan shalat karena sengaja, maka shalatnya batal.
# Dari Ibnu Mas‘ud radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Bila kamu lupa dalam shalat, maka sujudlah dua kali (sujud sahwi).” (HR. Muslim)

2) Ragu-Ragu
Hal kedua yang melatar-belakangi sujud sahwi adalah timbulnya rasa ragu dalam diri seseorang dalam shalat. Misalnya, seseorang ragu-ragu apakah sudah tiga raka’at atau baru dua raka’at.
Dalam kondisi ini para ulama sepakat bahwa tindakan yang harus diambil saat itu adalah kembali kepada apa yang lebih diyakini yaitu bilangan yang lebih sedikit lalu melakukan sujud sahwi. Dalilnya adalah:
# Dari Abi Said al-Khudhri radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Bila seseorang merasa ragu dalam shalatnya, dan tidak tahu sudah berapa raka’at, tiga atau empat, maka hendaklah membuang ragunya itu dan lakukan apa yang diyakini. Kemudian hendaklah sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Muslim)
b) Cara Sujud Sahwi
Cara sujud shawi sama dengan sujud pada umumnya. Jumlahnya dua kali diselingi duduk di antara dua sujud.
c) Waktu Mengerjakan Sujud Sahwi
Ada perbedaan ulama dalam masalah ini:
1) Madzhab Al-Hanafiyah
Al-Hanafiyah mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sesudah salam pertama, baik karena kelebihan atau karena kekurangan dalam shalat.
Caranya menurut madzhab ini adalah bertasyahud lalu mengucapkan salam sekali saja, lalu sujud lagi (sujud sahwi) kemudian bertasyahud lagi salu bersalam. Bila saat salam pertama dilakukan dua kali salam, maka tidak boleh lagi sujud sahwi.
2) Madzhab Al-Malikiyah Dan Sebuah Riwayat Dari Imam Ahmad bin Hanbal
Sedangkan Al-Malikiyah dan menurut sebuah riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa harus dibedakan sujud sahwi berdasarkan bentuk lupanya. Bila lupanya adalah kekurangan dalam gerakan shalat, maka sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Dan sebaliknya bila kelebihan gerakan, maka sujudnya sesudah salam atau setelah selesai shalat. Dalilnya adalah hadits:
# Dari Abdullah bin Malik bin Buhainah radhiyallahu anhu, ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri dari raka’at kedua shalat Dzuhur tanpa melaksankan duduk (tasyahud awal) terlebih dahulu, kemudian setelah beliau menyelesaikan shalatnya beliau sujud dua kali kemudian mengucapkan salam setelahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan bila lupa yang menyebabkan kelebihan gerakan shalat, maka sujudnya sesudah salam. Dalilnya adalah hadits:
# Dari Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu anhu, ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama kami lima raka’at. Lalu kami bertanya,”Apakah ada perubahan (tambahan) dalam shalat?” Beliau bertanya ”Memangnya kenapa?”. ”Anda shalat lima raka’at wahai Rasulullah”, jawab kami. “Sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian, jadi aku mengingat seperti kalian mengingat dan lupa seperti kalian lupa.” Lalu beliau sujud dua kali.” (HR. Muslim)
3) Madzhab Asy-Syafi’iyyah Dan Madzhab Al-Hanabilah
Asy-Syafi‘iyyah dan juga riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa sujud sahwi itu dilakukan sebelum salam.
4) Mengikuti Apa Yang Pernah Dialami Rasulullah
Akan lebih baik jika kita mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika kita mengalami apa yang pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
i) Kekurangan Raka’at Karena Lupa
# Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata:
Kami melaksanakan shalat Dzuhur atau Ashar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau salam. Maka Dzulyadain bertanya pada beliau: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. apakah engkau mengurangi shalat (mengqasharnya)? Maka Nabi bertanya kepada para sahabatnya: “Apakah benar yang dikatakannya?” Mereka menjawab: “Ya” Kemudian beliau menambah dua raka’at lalu melaksanakan sujud dua kali.” (Muttafaq’alaih)
# Sa’ad berkata:
Aku melihat Urwah bin Zubair melaksanakan shalat Maghrib dua raka’at, kemudia beliau salam dan berbincang-bincang kemudian beliau menambah raka’at yang kurang dan sujud dua kali. Lalu ia berkata: “Inilah yang diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Bukhari dan Muslim)
ii) Kelebihan Raka’at Karena Lupa
# Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata:
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat Dzuhur lima raka’at, kemudian ketika beliau salam ditanyakan pada beliau: Apakah shalat telah ditambah? Nabi balik bertanya: Apa itu? Para sahabat menjawab: Anda shalat lima raka’at. Kemudian beliau sujud dua kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
iii) Apabila Ragu Tentang Jumlah Raka’at Shalat Yang Telah Dilakukan
# Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Jika salah seorang diantara kalian merasa ragu dalam shalatnya, maka hendaklah dia memilih yang paling benar kemudian hendaklah dia menyempurnakan shalatnya kemudian hendaklah dia salam kemudian sujud dua kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
iv) Apabila Lupa Melaksanakan Tasyahud Awal
# Dari Abdullah bin Malik bin Buhainah radhiyallahu anhu, ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri dari raka’at kedua shalat Dzuhur tanpa melaksankan duduk (tasyahud awal) terlebih dahulu, kemudian setelah beliau menyelesaikan shalatnya beliau sujud dua kali kemudian mengucapkan salam setelahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
d) Bacaan Sujud Sahwi
Tentang lafal yang dibaca saat sujud sahwi, umumnya para ulama menyatakan bahwa do’a sujud sahwi adalah sama dengan do’a ketika sujud dalam shalat.
Meskipun demikian ada juga yang berpendapat bahwa bacaan do’a ketika sujud sahwi adalah: “Subhaana Man Laa Yanaamu Walaa Yashu (Maha Suci Dzat Yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa)”.
Keterangan tentang itu ada pada kitab-kitab fiqih antara lain tulisan Ibnu Nawawi Al-Jawi yang bernama Nihayatuz Zain pada juz 1 halaman 81 dan kitab Hasyiah At-Tahawiyah ‘Ala Maraqil Falah karya At-Tahawi Al-Hanafi juz 1 halaman 298. Namun sayangnya, kedua kitab itu tidak mencantumkan dalil apakah lafal tersebut dari perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau bukan.

Senin, 27 April 2015

Guru Ngaji Wajib Berdakwah Pentingnya Partai Islam

Guru Ngaji YGNI. Guru Ngaji Wajib Berdakwah Pentingnya Partai Islam

Dengan adanya persoalan Ahok sebagai pemimpin DKI yang arogan dan memakai akalnya sendiri dan tidak memakai aturan norma-norma yang ada menyebabkan kita harus khawatir akan nasib generasi muda yang akan datang.

Ahok menginginkan legalisasi toko Minuman berahkohol (Minol) membuktikan bahwa Ahok dan pemimpin jaman sekarang hanya mementingkan diri sendiri dan orang yang punya modal. Mereka tidak peduli merosotnya moral generasi bangsa.

Pemimpin seperti ahok tidak bisa dibiarkan begitu saja, Kita sebagaii guru ngaji wajib berdakwah dalam segala bidang termasuk memilih partai yang peduli akan moral generasi umat Islam sebagai penduduk terbesar di Indonesia

mari kita kembali kepada kejayaan Partai Umat Islam. Pilih pemimpin yang mementingkan moral bangsa. bukan hanya pendapata suatu daerah. Partai Islam harus mengkader calon pemimpinnya agar tidak terjadi seperti ahok yang arogan seperti Tuhan saja.

Kamis, 23 April 2015

Kyai Muhammad Syechan Gurungaji YGNI yang Istiqomah Dakwah

Guru Ngaji YGNI. Kyai Muhammad Syechan Gurungaji YGNI yang Istiqomah Dakwah

Kyai Muhammad Syechan lahir didaerah basis merah artinya masyarakatnya jauh sekali dalam pelaksanaan syariat Islamnya. Sehingga awal-awal dia berdakwah sangatlah berat karena banyak tantangan yang menghadang beliau. Bahkan oleh pemerintah sendiri dicurigai sebagai penggerak PKI sampai diinterograsi sampai satu hari.

Tantangan demi tantanga dapat dilalui dengan baik oleh Kyai Muhammad Syechan sehingga mulai banyak masyarakat yang mengikuti beliau untuk melaksanakan sholat dan mengurangi kesenangan berjudi dan lainnya. Istiqomah beliau dalam dakwah untuk pembangunan dan pendidikan masyarakat perlu dicontoh banyak orang sehingga masyarakat akan merasakan susahnya berdakwah ditengah-tengah masyarakat.

Dalam akhir hayatnya nbeliau sebagai pembina Yayasan Guru Ngaji Indonesia Cabang Banyumas, sehingga beliau juga termasuk Guru ngaji YGNI yang sudah selama ini juga berdakwah membangun masyarakat. Istiqomah dalam dakwah perlu ditiru oleh para mubaligh / ustadz sehingga akan tahan mental dalam menghadapi masyarakat yang hedonis.

Disamping beliau sebagai Guru ngaji YGNI, dia juga sebagai pembina Pemuda Pakarti, dan pendiri Koperasi Makmur Purwojati dia juga membantu tiap bulannya juga menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membantu pendidikan Diniyah Athfal (DA) Diniyah Ula (DU) Shidiqiin Wara` dan Taman Bacaan Masyarakat Media Cerdik. Sungguh sangat besar jasa beliau buat kami. Selamat jalan Kyai Muhammad Syechan semoga amal-amal beliau diterima oleh Allah SWT dan mendapat ampunan beserta keluarganya serta semoga kami bisa meniru dalam istiqomah berdakwah.

Selasa, 21 April 2015

Cara Bangkit Dari Sujud Dalam Shalat

b) Cara Bangkit Dari Sujud
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai apa yang terlebih dahulu harus diangkat ketika bangkit dari sujud, yaitu apakah tangan yang terlebih dahulu ataukah lutut.

1) Tangan Terlebih Dahulu Sebelum Lutut
Para fuqaha yang berpendapat bahwa tangan terlebih dahulu sebelum lutut di antaranya adalah: madzhab Imam Abu Hanifah dan madzhab Imam Asy-Syafi‘i serta menurut sebagian riwayat madzhab Imam Malik.

# Dari Wail bin Hujr radhiyallahu anhu, ia berkata,
”Aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bila sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan ketika bangkit dari sujud mengangkat kedua tangannya terlebih dahulu sebelum kedua lututnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ad-Darimi, Ad-Daruqutni, Ath-Thahawi, Ath-Thabarani, Al-Hadzimi, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Al-Baghawi dan Ibnu Hibban)

Menurut Ad-Daruqutni: Dalam periwayatannya Yazid sendirian, dan tidak menyampaikan hadits dari ‘Ashim bin Kalib selain Syarik, dan Syarik bukan termasuk perawi yang kuat.
Menurut Al-Baihaqi: Hadits ini termasuk hadits yang diriwayatkan secara ifradh oleh Syarik Al-Qadhi. Dan menurut Ibnu ‘Arabi dalam Kitab ‘Aridhah Al-Ahwadzi bahwa hadits ini gharib (asing tidak pernah didengar)
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al-Baihaqi dari sanad lain diketahui bahwa ada sanad yang terputus antara Abdul Jabar dan Ayahnya, ia tidak pernah mendengar hadits ini.
2) Lutut Terlebih Dahulu Sebelum Tangan & Bertumpu Pada Bumi
# Imam Malik bin Huwairits berkata kepada para sahabat,
Bukankah aku telah menyampaikan hadits tentang shalat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam? Setelah itu ia mencontohkannya. Ketika mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua pada raka’at pertama, beliau duduk. Setelah itu bangun dengan bertumpu pada bumi.” (HR. An-Nasa’i, Asy-Syafi’i dan Al-Baihaqi, dengan sanad shahih)

Imam Asy-Syafi’i setelah menguraikan hadits Malik bin Huwairits berkata, “Kami mengambil pendapat dari hadits ini. Maka kami memerintahkan orang yang bangun dari sujud atau duduk dalam shalat untuk bertumpu dengan kedua tangannya secara bersamaan, mengikuti sunnah.”
# “Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bangkit ke raka’at kedua dengan tangan bertumpu ke tanah.” (HR. Asy-Syafi’i dan Bukhari)
# “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan ‘ajn ketika shalat, yaitu berdiri ke raka’at berikutnya bertumpu pada kedua tangannya.” (HR. Abu Ishaq Al-Harbi dengan sanad shahih. Semakna dengan hadits ini diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad shahih)
# “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebelum bangkit berdiri, terlebih dahulu beliau duduk istiwa’, …. Lalu beliau berdiri sambil bertumpu pada kedua telapak tangannya yang menekan tanah atau lantai.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)
c) Bangkit Dari Rakaat Kedua Menuju Ke Rakaat Ketiga
# Dari Ibnu Umar:
Jika berdiri dari rakaat kedua, beliau mengangkat kedua tangannya.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)

# Dari Abu Humaid:
Kemudian jika berdiri dari rakaat kedua, beliau membaca takbir seraya mengangkat kedua tangannya sampai mendekati (sejajar dengan) kedua pundaknya sebagaimana bertakbir pada saat iftitah shalat.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)

Selasa, 14 April 2015

Gerakan Duduk Istirahat Dalam Shalat

a) Duduk Istirahat
Para Ulama telah sepakat, bahwa duduknya orang yang shalat setelah bangkit dari sujud kedua pada raka’at pertama dan ketiga, yakni sebelum berdiri ke raka’at kedua dan keempat (duduk istirahat), tidak termasuk kewajiban shalat, tidak pula termasuk sunnah muakkadah. Kemudian ada perbedaan pendapat, apakah hukumnya sunnah saja atau memang tidak termasuk kewajiban shalat sama sekali, atau boleh dilakukan oleh yang membutuhkannya karena fisiknya lemah akibat usia lanjut atau karena sakit atau fisiknya yang tidak fit.

Yang berpendapat bahwa duduk istirahat tersebut hukumnya adalah sunnah adalah Imam Asy-Syafi’i., ulama Kuffah dan sejumlah ahli hadits, demikian juga menurut salah satu pendapat Imam Ahmad, yaitu berdasarkan hadits:
# Dari Malik bin Huwairits bahwasanya,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat, maka bila pada raka’at yang ganjil tidaklah beliau bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Yang berpendapat bahwa duduk istirahat tersebut tidak termasuk kewajiban shalat sama sekali, di antaranya adalah: Abu Hanifah, Malik dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Mereka menyatakan bahwa karena hadits-hadits lainnya tidak menyebutkan adanya duduk istirahat tersebut, maka kemungkinannya adalah; bahwa yang disebutkan dalam hadits Malik bin Al-Huwairits tentang duduk tersebut adalah di akhir hayat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika fisik beliau telah lemah atau karena sebab lain.
Dan pendapat ketiga, yaitu menggabungkan antara hadits-hadits yang ada; bahwa duduk istirahat tersebut boleh dilakukan oleh yang membutuhkannya karena fisiknya lemah akibat usia lanjut atau karena sakit atau fisiknya yang tidak fit.
Kelompok ini mengatakan, bahwa duduk istirahat tersebut disyariatkan saat dibutuhkan saja (hukumnya mustahab). Tidak disebutkannya duduk istirahat tersebut dalam hadits-hadits lainnya bukan berarti bahwa duduk istirahat itu tidak mustahab, melainkan hanya untuk menunjukkan bahwa duduk istirahat itu tidak wajib.
Pendapat kelompok ini, dikuatkan dengan dua hal:
Pertama: Bahwa pada dasarnya perbuatan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam itu adalah persyariatan untuk diikuti.
Kedua: Tentang duduk istirahat tersebut yang disebutkan dalam hadits Abu Humaid As-Saidi, yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad jayyid, yang mana dalam hadits tersebut disebutkan tentang sifat shalat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam seperti itu (duduk istirahat) kepada sepuluh orang sahabat, dan mereka membenarkannya.


Selasa, 07 April 2015

Gerakan Bangun Dari Sujud ke Rakaat Berikutnya

15. Bangkit Dari Sujud Menuju Raka’at Berikutnya
Setelah mengangkat kepala dari sujud yang kedua, dan hendak bangkit ke raka’at berikutnya, maka wajib mengucapkan takbir.

# “Kemudian beliau mengangkat kepalanya, lalu bertakbir.” (HR. Abu Dawud dan Hakim)
# “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bangkit dari duduknya mengucapkan takbir, kemudian berdiri.” (HR. Abu Ya’la dengan sanad jayyid)
# “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bangkit berdiri untuk melakukan raka’at ketiga sambil bertakbir.” (HR. Bukhari dan Muslim)
# “Begitu juga apabila beliau hendak berdiri pada raka’at keempat, maka beliau mengucapkan takbir Allahu Akbar.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)