Rabu, 25 Maret 2015

Ekspedisi Laksamana Cheng Ho

Biografi Cheng Ho

Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao, berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.


Dalam Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming) tak terdapat banyak keterangan yang menyinggung tentang asal-usul Cheng Ho. Cuma disebutkan bahwa dia berasal dari Provinsi Yunnan, dikenal sebagai kasim (abdi) San Bao. Nama itu dalam dialek Fujian biasa diucapkan San Po, Sam Poo, atau Sam Po. Sumber lain menyebutkan, Ma He (nama kecil Cheng Ho) yang lahir tahun Hong Wu ke-4 (1371 M) merupakan anak ke-2 pasangan Ma Hazhi dan Wen.


Saat Ma He berumur 12 tahun, Yunnan yang dikuasai Dinasti Yuan direbut oleh Dinasti Ming. Para pemuda ditawan, bahkan dikebiri, lalu dibawa ke Nanjing untuk dijadikan kasim istana. Tak terkecuali Cheng Ho yang diabdikan kepada Raja Zhu Di di istana Beiping (kini Beijing).


Di depan Zhu Di, kasim San Bao berhasil menunjukkan kehebatan dan keberaniannya. Misalnya saat memimpin anak buahnya dalam serangan militer melawan Kaisar Zhu Yunwen (Dinasti Ming). Abdi yang berpostur tinggi besar dan bermuka lebar ini tampak begitu gagah melibas lawan-lawannya. Akhirnya Zhu Di berhasil merebut tahta kaisar.


Ketika kaisar mencanangkan program pengembalian kejayaan Tiongkok yang merosot akibat kejatuhan Dinasti Mongol (1368), Cheng Ho menawarkan diri untuk mengadakan muhibah ke berbagai penjuru negeri. Kaisar sempat kaget sekaligus terharu mendengar permintaan yang tergolong nekad itu. Bagaimana tidak, amanah itu harus dilakukan dengan mengarungi samudera. Namun karena yang hendak menjalani adalah orang yang dikenal berani, kaisar oke saja.

Berangkatlah armada Tiongkok di bawah komando Cheng Ho (1405). Terlebih dahulu rombongan besar itu menunaikan shalat di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran pertama ini mampu mencapai wilayah Asia Tenggara (Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Jawa). Tahun 1407-1409 berangkat lagi dalam ekspedisi kedua. Ekspedisi ketiga dilakukan 1409-1411. Ketiga ekspedisi tersebut menjangkau India dan Srilanka. Tahun 1413-1415 kembali melaksanakan ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417-1419) dan keenam (1421-1422). Ekspedisi terakhir (1431-1433) berhasil mencapai Laut Merah.


Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15. Saat itu, seorang putri Tiongkok, Hang Li Po (atau Hang Liu), dikirim oleh kaisar Tiongkok untuk menikahi Raja Malaka (Sultan Mansur Shah).

Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa tahun 1424-1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435).

Kapal yang ditumpangi Cheng Ho disebut 'kapal pusaka' merupakan kapal terbesar pada abad ke-15. Panjangnya mencapai 44,4 zhang (138 m) dan lebar 18 zhang (56 m). Lima kali lebih besar daripada kapal Columbus. Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas kapal tersebut 2500 ton.

Arkeolog Cina, yang tiba di negara Afrika minggu ini, berharap bahwa kapal karam itu bisa memberikan bukti adanya kontak pertama antara Cina dan timur Afrika.
Kapal yang tenggelam dan karam diyakini menjadi bagian dari armada Zheng He, yang mencapai kota pesisir Malindi di tahun 1418.
Cina sendiri tampaknya yakin mereka akan menemukan kapal karam di dekat kepulauan Lamu, di mana potongan-potongan keramik dari era dinasti Ming banyak ditemukan.
Pemerintah Cina berinvestasi sebesar £ 2 juta (atau 3 juta dolar) dalam proyek bersama selama tiga tahun, di mana Kenya sendiri mengatakan mereka berharap akan mendapatkan temuan penting tentang hubungan awal antara Cina dan Afrika.
Menurut mitos di Kenya, beberapa pelaut Cina dari armada Zheng He yang terdampar dan selamat, diizinkan untuk tinggal dan menikahi wanita setempat.
Tes DNA dilaporkan menunjukkan bukti adanya keturunan Cina dari beberapa warga Kenya dan salah seorang warga Kenya yang keturunan Cina itu adalah wanita muda bernama Mwamaka Shirafu, ia diberikan beasiswa untuk belajar pengobatan Cina di Cina, di mana dia sekarang tinggal.
Menetapkan perlayaran lebih dari 600 tahun yang lalu, armada laksamana Zheng He membuat tujuh perjalanan epik, perlayarannya mencapai Asia Tenggara, Timur Tengah, dan sejauh pantai timur Afrika.
Ada yang mengatakan ia bahkan sampai ke Amerika – beberapa dekade sebelum penjelajah Eropa meyakini Christopher Columbus yang pertayamakali menjangkau benua Amerika- walaupun hal ini masih banyak diperdebatkan oleh para sejarawan.
Zheng He, dikenal sebagai Kasim laksamana Tiga-perhiasan, dirinya membawa hadiah dari Kaisar Cina dengan menaiki “kapal harta”, yang membawa barang berharga termasuk emas, porselin dan sutra.
Barang-barang berharga ini ditukar di sepanjang rute perdagangan dengan pedagang Arab, barang-barang berharga itu ditukar dengan gading, mur dan jerapah bahkan armada kapal Zheng He juga mempromosikan pengakuan dinasti baru Ming.
Tapi bertahun-tahun setelah kematiannya, kemunculan atas legenda laksaman Zheng He memudar dari kesadaran publik, dan selama berabad-abad legendanya telah dilupakan karena Cina kembali pada dunia dan memasuki suatu periode panjang isolasi.
Zheng He – yang juga dikenal sebagai Cheng Ho – saat ini dipuji sebagai pahlawan nasional baru Cina; pemberian gelar pahlawan baru Cina ini dilakukan oleh Partai Komunis Cina.
“Munculnya Cina telah menyebabkan banyak rasa takut,” kata Geoff Wade dari Institut Studi Asia Tenggara di Singapura.
“Zheng He digambarkan sebagai simbol keterbukaan Cina untuk dunia, sebagai utusan perdamaian dan persahabatan – dua kata ini terus bermunculan di hampir setiap referensi untuk Zheng He yang keluar dari Cina,” kata Prof Wade.
Pelayaran Zheng He, katanya, membawa porselin, sutra dan teh daripada pelayaran yang menyebabkan terjadinya pertumpahan darah, menjarah atau kolonialisme baru – mengacu kepada tindakan kekerasan koersif yang digunakan oleh para penjajah Barat.
“Untuk hari ini, Zheng He masih dikenang sebagai duta persahabatan dan perdamaian,” kata Wade.
Zheng He adalah seorang laksamana pada masa “kekaisaran” Cina era lampau, ketika belum ada pembatasan, tidak ada batas perbatasan, kata pakar tentang Cina Edward Friedman.
“Ekspedisi Zheng He adalah sesuatu kejadian yang nyata – dan itu merupakan prestasi yang luar biasa dari Zheng He dan sebuah keajaiban waktu,” kata Prof Friedman dari University of Wisconsin-Madison.
Prof Geoff Wade, seorang sejarawan yang telah menerjemahkan dokumen dari era dinasti Ming yang berhubungan dengan perjalanan Zheng He, membantah penggambaran Zheng He seorang petualang yang sekedar bertualang.
Dia mengatakan, catatan sejarah menunjukkan armada harta karun Zheng He juga membawa persenjataan canggih dan berpartisipasi dalam setidaknya tiga aksi militer besar; di Jawa, Sumatra dan Sri Lanka.
International Zheng He Society di Singapura menyebut pernyataan Prof. Geoff Wade sebagai “pemikiran ala barat”, dan mengatakan Zheng He terlibat dalam pertempuran dalam upaya untuk membersihkan banyaknya bajak laut
dar berbagai sumberhttp://www.eramuslim.com/danhttp://kolom-biografi.blogspot.com/

0 komentar:

Posting Komentar