SELAMAT DATANG DI BLOG GURU NGAJI YGNI

Guru Ngaji YGNI ada untuk pengembangan dakwah lewat pendidikan Diniyah Formal dan Formal serta pemberdayaan masyarakat.

GURU NGAJI YGNI DAN LAZISWAQ YGNI

Anda Peduli Pendidikan Diniyah buat anak anak di desa dan kampung-kampung salurkan bantuan ke LAZISWAQ YGNI BRI : 6602-01-007030-53-9 AN.Yayasan YGNI.

SAVE PALESTINE-SYURIAH-AFGHANISTAN

Indonesia dicap Sebagai Negara Kafir tapi Paling Giat Membela Palestina Merdeka, Arab Diakui Sebagai Pusat Manhaj Sunnah tapi lembek Membla Saudaranya.

ANDA MUSLIM REAKTIF ? KENAPA TIDAK AKTIF ? KALAU ADA PEMURTADAN BARU RIBUT

Kalau ada non muslim peduli terhadap permasalahan lingkungan baik pendidikan ,Sosial ekonomi dan lainnya anda katakan sebagai pemurtadan tapi anda sendiri tidak peduli terhadap mereka, Itulah Islam Reaktif

KAPAN ANDA PEDULI TERHADAP DAKWAH DAN DHUAFA ?

Uang dan harta anda sering digunakan secara berlebihan bahkan mubazir kenapa tidak untuk menolong sesama.

Rabu, 07 Mei 2014

Sejarah Pengumpulan Dan Pembukuan Alquran


  • Hkmah Dibalik Pengumpulan Alquran 





  • Pengertiannya :
Sekilas Tentang Pengumpulan Alqur’an
Yang dimaksud dengan pengumpulan alquran ( Jam’ul qur’an ) oleh para ulama adalah dari dua pendapat berikut :
Pertama, pengumpulan dalam arti hifzuhu ( menghafalnya dalam hati ).
Kedua, pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi ( penulisan al qur’an semuanya ).
Pengumpulan al qur’an secara global terbagi menjadi tiga fase, yaitu dimulai pada masa Rosulullah SAW. Dalam fase ini para sahabat menuliskan wahyu yang diterima dari Rosulullah dalam lembaran-lembaran kulit, kulit kayu dan lainnya. Mereka juga menghafal setiap kali menerima ayat alqur’an. Pada fase ini Rosulullah tidak mengizinkan mereka menulis apapun selain Alqur’an,sebab ditakutkan tercampur aduk dengan yang lain.

  • Sejarahnya 


Zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada jenjang ini penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan karena hafalan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat kuat dan cepat di samping sedikitnya orang yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia akan langsung menghafalnya atau menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para penghapal Al-Qur’an sangat banyak

Dalam kitab Shahih Bukhari dari Anas Ibn Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus tujuh puluh orang yang disebut Al-Qurra’. Mereka dihadang dan dibunuh oleh penduduk dua desa dari suku Bani Sulaim ; Ri’l dan Dzakwan di dekat sumur Ma’unah. Namun di kalangan para sahabat selain mereka masih banyak para penghapal Al-Qur’an, seperti Khulafaur Rasyidin, Abdullah Ibn Mas’ud, Salim bekas budak Abu Hudzaifah, Ubay Ibn Ka’ab, Mu’adz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu ‘anhum.

Pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu tahun dua belas Hijriyah. Penyebabnya adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya Salim bekas budak Abu Hudzaifah ; salah seorang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Qur’an darinya.

Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Dalam kitab Shahih Bukahri  disebutkan, bahwa Umar Ibn Khaththab mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, di samping Abu Bakar bediri Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid : “Sesunguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sekarang carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid berkata : “Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hafalan orang-orang. Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar.

Kaum muslimin saat itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar, sampai Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar karena, dialah orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pada zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu pada tahun dua puluh lima Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya berpecah belah.

Dalam kitab Shahih Bukhari  disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman Radhiyallahu ‘anhu datang menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan mereka pada dialek bacaan Al-Qur’an, dia katakan : “Wahai Amirul Mukminin, selamtakanlah umat ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani!” Utsman lalu mengutus seseorang kepada Hafsah Radhiyallahu ‘anhuma : “Kirimkan kepada kami mushaf yang engkau pegang agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami kembalikan kepadamu!”, Hafshah lalu mengirimkan mushaf tersebut.

Kemudian Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam Radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy. Utsman mengatakan kepada ketiganya : “Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid Ibn Tsabit pada sebagian ayat Al-Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan dialek tersebut!”, merekapun lalu mengerjakannya dan setelah selesai, Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya.

Utsman Radhiyallahu ‘anhu melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat Radhiyalahu ‘anhum yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud  dari Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur’an selain harus meminta pendapat kami semuanya”, Utsman mengatakan : “Aku berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan”. Kami menjawab : “Alangkah baiknya pendapatmu itu”.

Mush’ab Ibn Sa’ad mengatakan : “Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakar mushaf-mushaf yang ada, merekapun keheranan melihatnya”, atau dia katakan : “Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu yang disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu.

Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Utsman dan pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah : Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf ; hal itu dikarenakan belih terlihat pengaruh dari perbedaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja.

Sedangkan tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Utsman Radhiyallahu ‘anhu adalah : Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an karena timbulnya pengaruh yang mengkhawatirkan pada perbedaan dialek bacaan Al-Qur’an.

Hasil yang didapatkan dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya : Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang. Kemudian mudharat yang besarpun bisa dihindari yang di antaranya adalah : Perpecahan umat, perbedaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan permusuhan.

Mushaf Al-Qur’an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh seluruh kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari oleh anak-anak dari orang dewasa, tidak bisa dipermainkan oleh tangan-tangan kotor para perusak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa nafsu orang-orang yang menyeleweng.

Senin, 05 Mei 2014

Daftar Ahli Tafsir Jaman Sahabat Nabi

Beberapa ahli tafsir yang memiliki kemampuan baik dan cukup berpengaruh dalam perkembangan ilmu tafsir.
Imam Suyuthy dalam kitabnya Al-Itqanmengatakan: "Kalangan sahabat yang populer dengan tafsir ada sepuluh; khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay Ibnu Ka'ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-'Asy'ari dan Abdullah bin Zubair. Dan dari kalangan khalifah empat yang paling banyak dikenal riwayatnya tentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a. sedang dari tiga khalifah yang lain hanya sedikit sekali, karena mereka lebih terdahulu wafatnya.
Sebab sedikitnya riwayat dari ketiga orang sahabat yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman, dapat ditinjau kembali dari pendapat As-Suyuthy, yaitu karena pendeknya masa jabatan mereka disamping mereka meninggal lebih dahulu. Dari segi yang lain karena mereka bertiga hidup pada suatu masa dimana kebanyakan penduduk mengetahui dan pandai tentang Kitabullah, sebab mereka selalu mendampingi Rasulullah SAW. Karenanya, mereka mengerti dasar rahasia-rahasia penurunan, lagi pula mengetahui makna dan hukum-hukum yang terkandung dalam ayatnya. Sedang Ali r.a. hidup berkuasa setelah khalifah yang ketiga, yaitu pada masa dimana daerah Islam telah meluas. Banyak orang-orang luar Arab yang memeluk Islam sebagai agama baru. Generasi keturunan shahabat banyak yang merasa perlu untuk mempelajari Al-Qur'an serta memahami rahasia-rahasia dan hikmah-hikmahnya. Karena itu wajarlah riwayat daripadanya begitu banyak melebihi riwayat yang dinukil dari tiga khalifah lainnya.
Berikut ini kami akan membicarakan sedikit terperinci tentang kalangan sahabat yang terkenal dengan tafsir Al-Qur'annya.
a. Abdullah Ibnu Abbas
Abdullah Ibnu Abbas adalah orang yang ternama dikalangan ummat Islam. Ia adalah anak paman Rasulullah SAW, yang pernah dido'akan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata-kata, "Ya Allah berilah pemahaman tentang urusan agama dan berilah ilmu kepadanya lentang ta'wil". Ia dikenal sebagai ahli bahasa/penterjemah Al-Qur'an. Ibnu Mas'ud berkata, "Penterjemah Al-Qur'an yang paling baik adalah Abdullah bin Abbas." Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu tentang tafsir Al-Qur'an. Pada waktu beliau masih berusia muda, para pemuka sahabat mereka telah menyaksikan kebolehannya bahkan ia dapat menandingi mereka pula dapat menggugah keajaiban mereka dengan usianya yang sangal muda. Umar r.a. pernah mengikutsertakan Abdullah dalam Majelis Permusyawaratan bersama-sama dengan tokoh-tokoh Sahabat untuk bermusyawarah. Ia seringkali disodori permasalahan. Karena Umar menampilkan Ibnu Abbas maka agak sedikit mengundang perdebatan dikalangan sahabat. Diantara mereka ada yang mengatakan "Kenapa anak kecil ini dimasukkan bersama-sama kita". Kami punya anak yang lebih besar/tua umurnya dibanding dengan dia.
Dia mempunyai biografi yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur'an sebagai berikut:
Riwayat Al-Bukhari
Al-Bukhari meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jabir, dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: "Umar mengikutkanku bersama tokoh-tokoh perang Badar. Dikalangan mereka ada yang bertanya dalam dirinya, lalu mengemukakan pendapat; "Kenapa anak ini diikutsertakan bersama kami padahal kami sungguh mempunyai anak yang seusia dengannya?" Umar menjawab: Dia adalah seorang yang sudah kalian ketahui, ia adalah orang yang terkenal kecerdasannya dan pengetahuannya. Pada suatu ketika, Umar memanggil mereka dan mengikutkanku bersama mereka hanya sekedar diperkenalkan kepada mereka. Tiba-tiba  
Umar (memberi kesempatan pada mereka untuk bertanya) berkata: "Apakah pendapat sekalian tentang firman Allah: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (QS. An-Nashr: 1).
Sebagian mereka ada yang berpendapat: "Kami diperintah menuju Allah dan meminta ampun pada-Nya, tatkala kami dibantu oleh-Nya dan diberi kemenangan". Sebagain mereka yang lain bungkam seribu bahasa. Umar bertanya kepadaku: Bagaimana dengan pendapatmu (hai Ibnu Abbas). Aku jawab: "Tidak benar! Lalu menurut anda bagaimana?" Aku menjawab:
"Persoalannya adalah tentang ajal Rasulullah SAW dimana Allah memberitahukan kepadanya".
Ia (Ibnu Abbas) menafsirkan/penaklukan Makkah. Itu adalah suatu tanda tentang ajalmu (hai Muhammad) karena itu bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan istighfarlah (mohon ampun) kepada-Nya. Sungguh ia adalah Penerima Taubat". Seraya Umar berkata: "Demi Allah, saya tidak mengetahui kandungannya sebelum engkau jelaskan".
Kisah tersebut menyatakan begitu hebatnya daya kemampuan pemahaman serta pendapat Ibnu Abbas dalam menyimpulkan petunjuk Al-Qur'an yang tidak dapat diketahui kecuali oleh orang-orang yang mendalam ilmu pengetahuannya. Tidaklah aneh kalau Ibnu Abbas menempati kedudukan yang tinggi dalam memahami rahasia kandungan Al-Qur'an karena Rasul telah mendo'akannya agar dia diberi pemahaman dan pendalaman dalam urusan Agama sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas sendiri dimana ia berkata: Rasul menyekapku seraya beliau bersabda:
"Ya Allah berilah ia pemahaman dalam urusan Agama dan berilah ia pengetahuan tentang ta'wil".
Dalam riwayat lain redaksionalnya: "Ya Allah berilah ia pengetahuan tentang hikmah pengetahuan yang sungguh mendalam". Ibnu Abbas dikenal dengan sebutan lautan karena begitu luas ilmunya. Diriwayatkan bahwa salah seorang datang kepada Abdullah bin Umar, ia menanyakan tentang langit dan bumi semula bersatu kemudian keduanya kami belah. Ibnu Umar menjawab: "Datanglah kepada Ibnu Abbas dan tanyakanlah kepadanya." Setelah anda tanyakan, kembali lagi dan jelaskan kepadaku". Orang tersebut pergi bertanya kepada Ibnu Abbas dan ia memberikan jawaban: "Langit bersatu (ratqan) maksudnya tidak turun hujan, dan yang dimaksud dengan bumi ratqan tidak tumbuh tanaman/gersang, kemudian Ia (Allah) menurunkan hujan dan menumbuhkan tanaman-tanaman.
Setelah itu orang tersebut kembali kepada Ibnu Umar untuk memberitahukan hasilnya, seraya berkata: "Aku dulu telah mengatakan dengan geleng kepala karena keberanian Ibnu Abbas dalam hal menafsirkan Al-Qur'an, sekarang aku telah mengetahui benar bahwa ia telah dikaruniai ilmu".
Diriwayatkan pula bahwa Umar ibnu Khattab pada suatu ketika bertanya kepada Sahabat-sahabat Nabi: "Siapa yang menjadi sebab turunnya ayat di bawah ini, menurut pendapat kalian?" Seraya Umar membacakan ayat: "Apakah ada salah seorang diantaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur......" (QS. Al-Baqarah: 66)
Mereka menjawab: "Allah Yang Maha Tahu". Umar marah seraya berkata: "Jawab! Tahu atau tidak!" Ibnu Abbas menjawab: "Ada sedikit yang tergores dalam hatiku". Umar berkata: "Hai anak saudaraku, katakanlah dan janganlah anda merasa minder/rendah diri". Ibnu Abbas berkata: "ayat itu dijadikan suatu contoh perbuatan". Umar berkata: "Perbuatan apa?". Ibnu Abbas menjawab: "Seorang yang kaya lagi taat kepada Allah, ia didatangi oleh syaitan, dan terperdaya untuk melakukan maksiat sehingga amal  
perbuatannya tenggelam". (HR. Al-Bukhari).
Semuanya itu berikut dengan contoh-contohnya adalah menyatakan tentang keistimewaan ilmu pengetahuan Ibnu Abbas dan pemahamannya yang begitu luas sejak beliau berusia muda. Oleh karena itu ia tergolong dalam barisan tokoh pembesar Sahabat, ia sebagai pemuka umat yang sangat pandai dengan disaksikan oleh kalangan Sahabat itu sendiri.
Guru-guru Ibnu Abbas
Diantara Guru-guru besar yang mengajar ilmu kepada Ibnu Abbas selain Rasulullah SAW, yang mempunyai pengaruh yang menonjol terhadap daya pikiran dan kebudayaannya, antara lain Umar Ibnu Khattab, Ubay ibnu Ka'ab, Ali Ibnu Abi Thalib, dan Zaid Ibnu Tsabit. Kelima orang tersebut adalah guru-gurunya yang tetap. Dari merekalah hampir semua ilmu dan budayanya didapat. Mereka sangat berpengaruh dalam mengarahkan Ibnu Abbas kepada masalah ilmu pengetahuan yang sangat mendalam.
Murid-murid Ibnu Abbas
Banyak dari kalangan Tabi'in yang mempelajari ilmu pengetahuan dari Ibnu Abbas. Diantara mereka yang paling terkenal adalah murid-muridnya yang menukil tafsir dan ilmunya yang melimpah ruah. yaitu: Sa'id Ibnu Jubair, Mujahid ibnu Jabar Al-Khazramy, Thawus ibnu Kysan Al-Yamany, Ikrimah Maula (hamba) yang dimerdekakan oleh Ibnu Abbas, Atha' ibnu Abi Rabbah. Mereka itu adalah murid-murid yang paling terkenal dimana mereka memindahkan lembaga ilmiah, buah pena Ibnu Abbas ke dalam tafsir yang sampai pada kita sekarang.
b. Abdullah Ibnu Mas'ud
Sahabat lain yang terkenal sebagai ahli tafsir dan menukilkan atsar (hadits) Rasul kepada kita ialah Abdullah ibnu Mas'ud r.a. Ia adalah salah seorang yang pertama untuk Islam. Usia beliau pada waktu itu enam tahun, dimana belum ada di muka bumi ini seorang anak yang masuk Islam selain dia. Ia adalah seorang pembantu Rasulullah SAW, sering memakaikan sandalnya dan sarung, pergi bersama-sama beliau sebagai penunjuk jalan. Dari segi hubungan kenabian ia adalah seorang yang sangat baik lagi pula terdidik. Karena pertimbangan itulah sahabat lain memandangnya sebagai seorang sahabat yang lebih banyak mengetahui bidang Kitabullah Al-Qur'an, mengetahui tentangmuhkam dan mutasyabihhalal dan haram.
As-Suyuthy mengatakan: "Yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud tentang tafsir adalah lebih banyak daripada yang diriwayatan dari Ali.......".

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud: "Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya. tidak ada satu suratpun yang diturunkan oleh Allah yang tidak saya ketahui dimana turunnya. Tidak ada satu ayat Al-Qur'an pun yang tidak saya ketahui dalam kasus apa diturunkannya. Kalau aku tahu ada seorang yang lebih tahu dariku tentang Kitab Allah dan bisa ditempuh dengan kendaraan unta, niscaya akan kudatangi rumahnya.....". Diriwayatkan oleh para Tabi'in daripadanya.

Daftar Ahli Tafsir Jaman Sahabat Nabi

Beberapa ahli tafsir yang memiliki kemampuan baik dan cukup berpengaruh dalam perkembangan ilmu tafsir.
Imam Suyuthy dalam kitabnya Al-Itqanmengatakan: "Kalangan sahabat yang populer dengan tafsir ada sepuluh; khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay Ibnu Ka'ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-'Asy'ari dan Abdullah bin Zubair. Dan dari kalangan khalifah empat yang paling banyak dikenal riwayatnya tentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a. sedang dari tiga khalifah yang lain hanya sedikit sekali, karena mereka lebih terdahulu wafatnya.
Sebab sedikitnya riwayat dari ketiga orang sahabat yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman, dapat ditinjau kembali dari pendapat As-Suyuthy, yaitu karena pendeknya masa jabatan mereka disamping mereka meninggal lebih dahulu. Dari segi yang lain karena mereka bertiga hidup pada suatu masa dimana kebanyakan penduduk mengetahui dan pandai tentang Kitabullah, sebab mereka selalu mendampingi Rasulullah SAW. Karenanya, mereka mengerti dasar rahasia-rahasia penurunan, lagi pula mengetahui makna dan hukum-hukum yang terkandung dalam ayatnya. Sedang Ali r.a. hidup berkuasa setelah khalifah yang ketiga, yaitu pada masa dimana daerah Islam telah meluas. Banyak orang-orang luar Arab yang memeluk Islam sebagai agama baru. Generasi keturunan shahabat banyak yang merasa perlu untuk mempelajari Al-Qur'an serta memahami rahasia-rahasia dan hikmah-hikmahnya. Karena itu wajarlah riwayat daripadanya begitu banyak melebihi riwayat yang dinukil dari tiga khalifah lainnya.
Berikut ini kami akan membicarakan sedikit terperinci tentang kalangan sahabat yang terkenal dengan tafsir Al-Qur'annya.
a. Abdullah Ibnu Abbas
Abdullah Ibnu Abbas adalah orang yang ternama dikalangan ummat Islam. Ia adalah anak paman Rasulullah SAW, yang pernah dido'akan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata-kata, "Ya Allah berilah pemahaman tentang urusan agama dan berilah ilmu kepadanya lentang ta'wil". Ia dikenal sebagai ahli bahasa/penterjemah Al-Qur'an. Ibnu Mas'ud berkata, "Penterjemah Al-Qur'an yang paling baik adalah Abdullah bin Abbas." Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu tentang tafsir Al-Qur'an. Pada waktu beliau masih berusia muda, para pemuka sahabat mereka telah menyaksikan kebolehannya bahkan ia dapat menandingi mereka pula dapat menggugah keajaiban mereka dengan usianya yang sangal muda. Umar r.a. pernah mengikutsertakan Abdullah dalam Majelis Permusyawaratan bersama-sama dengan tokoh-tokoh Sahabat untuk bermusyawarah. Ia seringkali disodori permasalahan. Karena Umar menampilkan Ibnu Abbas maka agak sedikit mengundang perdebatan dikalangan sahabat. Diantara mereka ada yang mengatakan "Kenapa anak kecil ini dimasukkan bersama-sama kita". Kami punya anak yang lebih besar/tua umurnya dibanding dengan dia.
Dia mempunyai biografi yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur'an sebagai berikut:
Riwayat Al-Bukhari
Al-Bukhari meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jabir, dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: "Umar mengikutkanku bersama tokoh-tokoh perang Badar. Dikalangan mereka ada yang bertanya dalam dirinya, lalu mengemukakan pendapat; "Kenapa anak ini diikutsertakan bersama kami padahal kami sungguh mempunyai anak yang seusia dengannya?" Umar menjawab: Dia adalah seorang yang sudah kalian ketahui, ia adalah orang yang terkenal kecerdasannya dan pengetahuannya. Pada suatu ketika, Umar memanggil mereka dan mengikutkanku bersama mereka hanya sekedar diperkenalkan kepada mereka. Tiba-tiba  
Umar (memberi kesempatan pada mereka untuk bertanya) berkata: "Apakah pendapat sekalian tentang firman Allah: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (QS. An-Nashr: 1).
Sebagian mereka ada yang berpendapat: "Kami diperintah menuju Allah dan meminta ampun pada-Nya, tatkala kami dibantu oleh-Nya dan diberi kemenangan". Sebagain mereka yang lain bungkam seribu bahasa. Umar bertanya kepadaku: Bagaimana dengan pendapatmu (hai Ibnu Abbas). Aku jawab: "Tidak benar! Lalu menurut anda bagaimana?" Aku menjawab:
"Persoalannya adalah tentang ajal Rasulullah SAW dimana Allah memberitahukan kepadanya".
Ia (Ibnu Abbas) menafsirkan/penaklukan Makkah. Itu adalah suatu tanda tentang ajalmu (hai Muhammad) karena itu bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan istighfarlah (mohon ampun) kepada-Nya. Sungguh ia adalah Penerima Taubat". Seraya Umar berkata: "Demi Allah, saya tidak mengetahui kandungannya sebelum engkau jelaskan".
Kisah tersebut menyatakan begitu hebatnya daya kemampuan pemahaman serta pendapat Ibnu Abbas dalam menyimpulkan petunjuk Al-Qur'an yang tidak dapat diketahui kecuali oleh orang-orang yang mendalam ilmu pengetahuannya. Tidaklah aneh kalau Ibnu Abbas menempati kedudukan yang tinggi dalam memahami rahasia kandungan Al-Qur'an karena Rasul telah mendo'akannya agar dia diberi pemahaman dan pendalaman dalam urusan Agama sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas sendiri dimana ia berkata: Rasul menyekapku seraya beliau bersabda:
"Ya Allah berilah ia pemahaman dalam urusan Agama dan berilah ia pengetahuan tentang ta'wil".
Dalam riwayat lain redaksionalnya: "Ya Allah berilah ia pengetahuan tentang hikmah pengetahuan yang sungguh mendalam". Ibnu Abbas dikenal dengan sebutan lautan karena begitu luas ilmunya. Diriwayatkan bahwa salah seorang datang kepada Abdullah bin Umar, ia menanyakan tentang langit dan bumi semula bersatu kemudian keduanya kami belah. Ibnu Umar menjawab: "Datanglah kepada Ibnu Abbas dan tanyakanlah kepadanya." Setelah anda tanyakan, kembali lagi dan jelaskan kepadaku". Orang tersebut pergi bertanya kepada Ibnu Abbas dan ia memberikan jawaban: "Langit bersatu (ratqan) maksudnya tidak turun hujan, dan yang dimaksud dengan bumi ratqan tidak tumbuh tanaman/gersang, kemudian Ia (Allah) menurunkan hujan dan menumbuhkan tanaman-tanaman.
Setelah itu orang tersebut kembali kepada Ibnu Umar untuk memberitahukan hasilnya, seraya berkata: "Aku dulu telah mengatakan dengan geleng kepala karena keberanian Ibnu Abbas dalam hal menafsirkan Al-Qur'an, sekarang aku telah mengetahui benar bahwa ia telah dikaruniai ilmu".
Diriwayatkan pula bahwa Umar ibnu Khattab pada suatu ketika bertanya kepada Sahabat-sahabat Nabi: "Siapa yang menjadi sebab turunnya ayat di bawah ini, menurut pendapat kalian?" Seraya Umar membacakan ayat: "Apakah ada salah seorang diantaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur......" (QS. Al-Baqarah: 66)
Mereka menjawab: "Allah Yang Maha Tahu". Umar marah seraya berkata: "Jawab! Tahu atau tidak!" Ibnu Abbas menjawab: "Ada sedikit yang tergores dalam hatiku". Umar berkata: "Hai anak saudaraku, katakanlah dan janganlah anda merasa minder/rendah diri". Ibnu Abbas berkata: "ayat itu dijadikan suatu contoh perbuatan". Umar berkata: "Perbuatan apa?". Ibnu Abbas menjawab: "Seorang yang kaya lagi taat kepada Allah, ia didatangi oleh syaitan, dan terperdaya untuk melakukan maksiat sehingga amal  
perbuatannya tenggelam". (HR. Al-Bukhari).
Semuanya itu berikut dengan contoh-contohnya adalah menyatakan tentang keistimewaan ilmu pengetahuan Ibnu Abbas dan pemahamannya yang begitu luas sejak beliau berusia muda. Oleh karena itu ia tergolong dalam barisan tokoh pembesar Sahabat, ia sebagai pemuka umat yang sangat pandai dengan disaksikan oleh kalangan Sahabat itu sendiri.
Guru-guru Ibnu Abbas
Diantara Guru-guru besar yang mengajar ilmu kepada Ibnu Abbas selain Rasulullah SAW, yang mempunyai pengaruh yang menonjol terhadap daya pikiran dan kebudayaannya, antara lain Umar Ibnu Khattab, Ubay ibnu Ka'ab, Ali Ibnu Abi Thalib, dan Zaid Ibnu Tsabit. Kelima orang tersebut adalah guru-gurunya yang tetap. Dari merekalah hampir semua ilmu dan budayanya didapat. Mereka sangat berpengaruh dalam mengarahkan Ibnu Abbas kepada masalah ilmu pengetahuan yang sangat mendalam.
Murid-murid Ibnu Abbas
Banyak dari kalangan Tabi'in yang mempelajari ilmu pengetahuan dari Ibnu Abbas. Diantara mereka yang paling terkenal adalah murid-muridnya yang menukil tafsir dan ilmunya yang melimpah ruah. yaitu: Sa'id Ibnu Jubair, Mujahid ibnu Jabar Al-Khazramy, Thawus ibnu Kysan Al-Yamany, Ikrimah Maula (hamba) yang dimerdekakan oleh Ibnu Abbas, Atha' ibnu Abi Rabbah. Mereka itu adalah murid-murid yang paling terkenal dimana mereka memindahkan lembaga ilmiah, buah pena Ibnu Abbas ke dalam tafsir yang sampai pada kita sekarang.
b. Abdullah Ibnu Mas'ud
Sahabat lain yang terkenal sebagai ahli tafsir dan menukilkan atsar (hadits) Rasul kepada kita ialah Abdullah ibnu Mas'ud r.a. Ia adalah salah seorang yang pertama untuk Islam. Usia beliau pada waktu itu enam tahun, dimana belum ada di muka bumi ini seorang anak yang masuk Islam selain dia. Ia adalah seorang pembantu Rasulullah SAW, sering memakaikan sandalnya dan sarung, pergi bersama-sama beliau sebagai penunjuk jalan. Dari segi hubungan kenabian ia adalah seorang yang sangat baik lagi pula terdidik. Karena pertimbangan itulah sahabat lain memandangnya sebagai seorang sahabat yang lebih banyak mengetahui bidang Kitabullah Al-Qur'an, mengetahui tentangmuhkam dan mutasyabihhalal dan haram.
As-Suyuthy mengatakan: "Yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud tentang tafsir adalah lebih banyak daripada yang diriwayatan dari Ali.......".

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud: "Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya. tidak ada satu suratpun yang diturunkan oleh Allah yang tidak saya ketahui dimana turunnya. Tidak ada satu ayat Al-Qur'an pun yang tidak saya ketahui dalam kasus apa diturunkannya. Kalau aku tahu ada seorang yang lebih tahu dariku tentang Kitab Allah dan bisa ditempuh dengan kendaraan unta, niscaya akan kudatangi rumahnya.....". Diriwayatkan oleh para Tabi'in daripadanya.

Sabtu, 03 Mei 2014

Dalil Alquran dan Hadits Berhijab

Alquran surat An-Nur ayat 31 disebutkan:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

//Waqul lilmu'minaati yaghdhudhna min abshaarihinna wayahfazhna furuujahunna walaa yubdiina ziinatahunna ilaa maa zhahara minhaa walyadhribna bikhumurihinna 'ala juyuubihinna walaa yubdiina ziinatahunna ilaa libu'uulatihinna au aabaa-ihinna au aabaa-i bu'uulatihinna au abnaa-ihinna au abnaa-i bu'uulatihinna au ikhwaanihinna au banii ikhwaanihinna au banii akhawaatihinna au nisaa-ihinna au maa malakat aimaanuhunna awittaabi'iina ghairi uulii-irbati minarrijaali awith-thiflil-ladziina lam yazhharuu 'ala 'auraatinnisaa-i walaa yadhribna biarjulihinna liyu'lama maa yukhfiina min ziinatihinna watuubuu ilallahi jamii'an ai-yuhaal mu'minuuna la'allakum tuflihuun(a)//

Arti: "Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka dan …." (QS. An-Nur : 31)


Artinya : ‘Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa itulah yang paling baik.’ [Qs. al-A'raaf 26]
Pakaian dan perhiasan itu adalah dua aspek kemajuan dan per-adaban. Meninggalkan keduanya berarti kembali kepada kehidupan primitif yang mendekati kepada kehidupan hewani. Sedang hak milik wanita yang paling utama adalah kemuliaan, rasa malu, dan kehormatan diri. [Lihat Fiqhus Sunnah 2/209 oleh Sayyid Sabiq].

Hai Nabi Katakanlah Kepada Istri-Istrimu,Anak-Anak Perempuanmu Dan Istri-Istri Orang Mukmin: “Hendaklah Mereka Mengulurkan Jilbabnya Ke Seluruh Tubuh Mereka”, Yang Demikian Itu Supaya Mereka Lebih Mudah Untuk Dikenal, Karena Itu Mereka Tidak Diganggu, Dan Alloh Adalah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. (QS.Al-Ahzaab:59)
Dan Hendaklah Kamu Tetap Di Rumahmu Dan Janganlah Kamu Berhias Dan Bertingkah Laku Seperti Orang-Orang Jahiliyah Yang Dahulu Dan Dirikanlah Shalat,Tunaikanlah Zakat Dan TaAtilah Alloh Dan Rasulnya, Sesungguhnya Alloh Bermaksud Hendak Menghilangkan Dosa Dari Kamu, Hai Ahlul Bayt Dan Membersihkan Kamu Sebersih-Bersihnya. (QS.Al-Ahzaab:33)

Adapun hadits yang menceritakan tentang kewajiban berhijab adalah sebagai berikut.
Aisyah (Ummul Mu’minin) pernah bertanya kepada Nabi Muhammad Saw.:

سألت النبي كيف يصنع النساء بذيولهن ( أسفل الثياب ) قال : يرخينه شبرا، قالت : إذا تنكشف أقدامهن، قال : يرخينه ذراعا لا يزدن عليه. متفق عليه

“Apa yang harus diperbuat wanita dengan bawah baju mereka? Nabi menjawab: Hendaklah ia turunkan satu jengkal ( dari mata kaki ). Ummul Mu’minin bertanya (lagi),“kalau begitu akan tersingkap kaki kami, wahai Rasulullah?” Nabi bersabda: “Turunkan satu lengan dan jangan dilebihkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Dali ayat dan Hadits di atas telah memberikan batasan yang  jelas tentang :
Pakaian yang harus dikenakan oleh wanita muslimah, yaitu wajib menutup seluruh tubuhnya kecuali apa yang dikecuali oleh syariat (yang dimaksud dalam hal ini adalah wajah dan dua telapak tangan dan ini diperselisihkan oleh ulama). Ketetapan syari’at ini tidak lain adalah untuk melindungi, menjaga, serta membentengi wanita dari laki-laki yang bukan mahramnya.

KESIMPULAN
  1. Ber-hijab (berjilbab) itu wajib bagi seluruh wanita muslimah.
  2. Ber-hijab yang memenuhi syarat adalah apabila hijab tersebut menutupi seluruh tubuh melainkan kecuali apa yang dikecuali oleh syariat (dan akan datang penjelasan secara lengkap tentang busana muslimah yang sesuai dengan agama).

Kamis, 01 Mei 2014

Syarat Wajib Zakat Fitrah Dan Maal

Zakat Fitrah wajib dikeluarkan dengan syarat-syarat sebagai berikut:


 a.  Islam, zakat fitrah tidak diwajibkan kepada orang kafir. Adapun orang yang murtad zakat fitrahnya ditangguhkan sampai dia kembali menjadi Islam. Namun, orang kafir tetap berkewajiban membayar zakat fitrahnya orang-orang Islam yang nafkah mereka menjadi tanggung jawab orang kafir tersebut, seperti istri dan anak-anaknya. Jadi, syarat Islam itu berlaku bagi orang yang zakat fitrahnya dikeluarkan oleh orang yang wajib memberi nafkah kepadanya (mukhraj anhu) bukan bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah (mukhrij)


b.  Menemui bagian akhir dari bulan Ramadlan dan awal bulan Syawwal. Zakat Fitrah tidak wajib    
dikeluarkan oleh orang yang meninggal dunia sebelum tenggelamnya matahari atau lahir setelah tenggelamnya matahari. 

c. Memiliki kelebihan mu’nah (biaya hidup) – baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang-orang yang nafkah mereka menjadi tanggung jawabnya – pada hari raya Fitri dan malamnya (sehari semalam). Yang dimaksud dengan mu’nah di sini meliputi makanan dan lauk pauknya, tempat tinggal, pakaian dan lain-lain yang layak dan bersifat pokok. Dengan demikian, meskipun seseorang tergolong fakir miskin namun jika dia memiliki kelebihan harta pada hari raya dan malamnya maka dia tetap wajib mengeluarkan zakat fitrah.

Ukuran Zakat Fitrah

Kadar (takaran) Zakat Fitrah yang wajib dikeluarkan adalah 1 sha’ (empat mud) dan berupa bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, kurma dan lain-lain yang berlaku secara umum di daerah dimana kita tinggal. Tidak sah membayar zakat fitrah dengan uang.
Sha’ adalah nama suatu takaran persegi empat yang panjang lebarnya 14.65 cm³ dan sepadan dengan 4 mud atau +- 2.719 Kg beras sebagaimana penjelasan dalam kitab Fathul Qadir.
Jika seseorang mempunyai kelebihan mu’nah, namun kurang dari satu sha’, maka kelebihan tersebut wajib dikeluarkan sebagai Zakat Fitrah untuk dirinya sendiri, meskipun hanya satu mud(sekitar 0,6875 Kg.).
Disebutkan dalam sebuah hadits:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ عَلَى الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ وَالْحُرِّ وَالْمَمْلُوكِ
Maknanya: “Dari Ibnu Umar “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan Zakat Fitrah, yaitu satu sha’ kurma kering atau gandum atas anak kecil, orang dewasa, orang merdeka dan hamba sahaya”. (HR al Bukhari dan Muslim)
  

Ada 2 syarat wajib zakat, yaitu : 
  • yang pertama menyangkut orang dan yang kedua berkenaan dengan harta. Syarat yang berkenaan dengan orang yang wajib zakat, para ulama bersepakat bahwa mengeluarkan zakat itu wajib atas setiap muslim yang sudah baligh –dan berakal dan tidak wajib atas non muslim– karena zakat adalah salah satu rukun Islam. Ini berdasar pesan Rasulullah saw. kepada Mua’dz bin Jabal saat mengutusnya ke Yaman, “… beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat yang diambil dari para orang kaya dan dibagikan kepada para orang fakir.” (muttafaq alaih). Artinya zakat adalah kewajiban yang tidak diwajibkan kepada seseorang sebelum masuk Islam. Meskipun zakat itu adalah kewajiban sosial yang dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat, tetapi saja zakat merupkan ibadah dalam Islam. Dan makna ibadah inilah yang lebih dominann sehingga tidak diwajibkan atas non muslim.

Para ulama telah bersepakat bahwa zakat diwajibkan pula pada harta orang kaya muslim yang dalam kondisi gila. Walinya yang mengeluarkan zakat itu. Hal ini berdasar kepada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang memerintahkan zakat mencakup seluruh orang kaya, tanpa mengecualikan anak-anak dan orang gila. Hadits Rasulullah saw., “Dagangkanlah harta anak yatim sehingga hartanya tidak dimakan zakat.” (Hadits ini diriwayatkan dari banyak jalur, yang saling menguatkan). Mayoritas para sahabat berpendapat demikian, di antaranya Umar dan anaknya (Abdullah ibnu Umar), Ali, Aisyah, dan Jabir r.a.
Zakat adalah haqqul mal, seperti kata Abu Bakar r.a. dalam penegasannya saat memerangi orang murtad yang tidak mau membayar zakat. Dan haqqul mal diambil dari anak kecil dan orang gila. Karena zakat berkaitan dengan harta, bukan dengan personalnya. Pendapat ini dipegang oleh madzhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali.
Sedangkan yang menyangkut harta, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang telah memenuhi beberapa syarat, yaitu:

  • Kepemilikan penuh. Maksudnya, penguasaan seseorang terhadap harta kekayaan sehingga bisa menggunakannya secara khusus. Karena Allah swt. mewajibkan zakat ketika harta itu sudah dinisbatkan kepada pemiliknya. Perhatikan firman Allah swt. ini, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (At-Taubah: 103)

Karena itulah zakat tidak diambil dari harta yang tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al-fa’i (harta yang diperoleh tanpa perang), ghanimah, aset negara, kepemilikan umum, dan waqaf khairi. Sedang waqaf pada orang tertentu, maka tetap kena wajib zakat menurut pendapat yang rajih (kuat)[1].
Tidak wajib zakat pada harta haram, yaitu harta yang diperoleh manusia dengan cara haram, seperti ghasab (ambil alih semena-mena), mencuri, pemalsuan, suap, riba, ihtikar (menimbun untuk memainkan harga), menipu. Cara-cara ini tidak membuat seseorang menjadi pemilik harta. Ia wajib mengembalikan kepada pemiliknya yang sah. Jika tidak ditemukan pemiliknya, maka ia wajib bersedekah dengan keseluruhannya. [2]
Sedangkan hutang, yang masih ada harapan kembali, maka pemilik harta harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Namun jika tidak ada harapan kembali, maka pemilik hanya berkewajiban zakat pada saat hutang itu dikembalikan dan hanya zakat untuk satu tahun (inilah madzhab Al-Hasan Al-Bashriy dan Umar bin Abdul Aziz) atau dari tahun-tahun sebelumnya (madzhab Ali dan Ibnu Abbas).

  • Berkembang. Artinya, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus harta yang berkembang aktif, atau siap berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan kepada pemilik. Rasulullah saw. Bersabda, “Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya.” (Muslim). Dari hadits ini beberapa ulama berpendapat bahwa rumah tempat tinggal dan perabotannya serta kendaraan tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena harta itu disiapkan untuk kepentingan konsumsi pribadi, bukan untuk dikembangkan. Dari ini pula rumah yang disewakan dikenakan zakat karena dikategorikan sebagai harta berkembang, jika telah memenuhi syarta-syarat lainnya.
  • Mencapai nishab, yaitu batas minimal yang jika harta sudah melebihi batas itu, wajib mengeluarkan zakat; jika kurang dari itu, tidak wajib zakat. Jika seseorang memiliki kurang dari lima ekor onta atau kurang dari empat puluh ekor kambing, atau kurang dari dua ratus dirham perak, maka ia tidak wajib zakat. Syarat mencapai nishab adalah syarat yang disepakati oleh jumhurul ulama. Hikmahnya adalah orang yang memiliki kurang dari nishab tidak termasuk orang kaya, sedang zakat hanya diwajibkan atas orang kaya untuk menyenangkan orang miskin. Hadits Nabi, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad)
  • Nishab itu sudah lebih dari kebutuhan dasar pemiliknya sehingga ia terbukti kaya. Kebutuhan minimal itu ialah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi ia akan mati. Seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, alat kerja, alat perang, dan bayar hutang. Jika ia memiliki harta dan dibutuhkan untuk keperluan ini, maka ia tidak zakat. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah swt., “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219). Al-afwu adalah yang lebih dari kebutuhan keluarga, seperti yang dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir. Demikian juga yang Rasulullah saw. katakan, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad). Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan pribadi dan yang menjadi tanggung jawabnya seperti isteri, anak, orang tua, kerabat yang dibiayai.
  • Pemilik lebih dari nishab itu tidak berhutang yang menggugurkan atau mengurangi nishabnya. Karena membayar hutang lebih didahulukan waktunya daripada hak orang miskin, juga karena kepemilikan orang berhutang itu lemah dan kurang. Orang yang berhutang adalah orang yang diperbolehkan menerima zakat, termasuk dalam kelompok gharimin, dan zakat hanya wajib atas orang kaya.

Hutang dapat menggugurkan atau mengurangi kewajiban zakat berlaku pada harta yang zhahir, seperti hewan ternak dan tanaman pangan, juga pada harta yang tak terlihat seperti uang.

Syarat hutang yang menggugurkan atau mengurangi zakat itu adalah:
hutang yang menghabiskan atau mengurangi nishab dan tidak ada yang dapat dugunakan membayarnya kecuali harta nishab itu.

hutang yang tidak bisa ditunda lagi, sebab jika hutang yang masih bisa ditunda tidak menghalangi kewajiban zakat.
Syarat terakhir, hutang itu merupakan hutang adamiy (antar manusia), sebab hutang dengan Allah seperti nadzar, kifarat tidak menghalangi kewajiban zakat.
  • Telah melewati masa satu tahun. Harta yang sudah mencapai satu nishab pada pemiliknya itu telah melewati masa satu tahun qamariyah penuh. Syarat ini disepakati untuk harta seperti hewan ternak, uang, perdagangan. Sedangkan pertanian, buah-buahan, madu, tambang, dan penemuan purbakala, tidak berlaku syarat satu tahun ini. Harta ini wajib dikeluarkan zakatnya begitu mendapatkannya. Dalil waktu satu tahun untuk ternak, uang, dan perdagangan adalah amal khulafaur rasyidin yang empat, dan penerimaan para sahabat, juga hadits Ibnu Umar dari Nabi saw., “Tidak wajib zakat pada harta sehingga ia telah melewati masa satu tahun.” (Ad-Daru Quthni dan Al-Baihaqi)

Zakat Hewan
Hewan adalah salah satu jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hewan yang dikeluarkan zakatnya adalah onta, sapi, kerbau, dan kambing.

Syarat zakat hewan ternak adalah:
  • Mencapai jumlah satu nishab, yaitu 5 onta, 30 sapi, dan 40 kambing.
  • Sudah melewati satu tahun, dan zakat hanya dikeluarkan setahun sekali.
  • Digembalakan di ladang yang boleh untuk menggembala. Sedangkan hewan yang dikandangkan (diberi makan di kandang dan tidak digembalakan), maka tidak wajib zakat kecuali menurut madzhab Maliki.
  • Tidak menjadi alat kerja, membajak, menyiram, atau membawa barang. Sebab jika dipekerjakan, statusnya lebih mirip menjadi alat kerja daripada kekayaan.

1. Zakat Onta
Nishab onta adalah 5, maka barangsiapa memiliki 4 ekor onta, ia belum wajib zakat. Zakat wajibnya seperti dalam table berikut ini:
JumlahZakat wajibnya
5 – 1 9Seekor kambing
10 – 14Dua ekor kambing
15 – 19Tiga ekor kambing
20 – 24Empat ekor kambing
25 – 351 bintu makhadh/anak onta yang induknya sedang hamil (usia > 1 tahun)
36 – 451 bintu labun/anak onta yang induknya sedang menyusui (usia > 2 tahun)
46 – 601 onta hiqqah (onta betina yang berumut > 3 tahun)
61 – 751 onta jadza’ah ( onta betina berumur > 4 tahun)
76 – 902 ekor onta bintu labun
91 – 1202 hiqqah
Lebih dari 120, maka setiap 50 ekor zakatnya satu hiqqah, dan setiap 40 ekor zakatnya satu bintu labun.
Jika disimak ketentuan zakat onta yang kurang dari 25 ekor menggunakan kambing, ini berbeda dengan kaidah bahwa zakat itu diambilkan dari harta yang dizakati. Penggunaan kambing untuk zakat onta ini adalah salah satu bentuk keringanan dalam Islam terhadap pemiliki onta yang masih sedikit.

2. Zakat Sapi
Zakat sapi hukumnya wajib berdasarkan As-Sunnah dan Ijma’. Hadits Abu Dzarr dari Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun yang memiliki onta, sapi, atau kambing tetapi tidak membayar haknya, kecuali di hari kiamat akan datang lebih besar dan gemuk dari yang ada sebelumnya, kemudian menginjak-injak dengan kaki-kakinya, dan menyeruduk dengan tanduknya. Ketika sampai ke belakang bersambung dengan yang terdepan, sehingga diputuskan di tengah-tengah manusia.” (Bukhari)
Sedang ijma’, seperti yang disebutkan penulis Al-Mughniy, dan menegaskan bahwa tidak ada seorangpun ulama yang menolak zakat sapi sepanjang masa (lihat Al-Mughniy Juz: II).
Nishab sapi yang dipilih oleh empat madzhab adalah 30 ekor sapi. Kurang dari itu, tidak wajib zakat. Tiga puluh ekor sapi itu zakatnya seekor tabi’ (sudah berusia 1 tahun, dan masuk ke tahun kedua, disebut tabi’ -artinya ikut– karena ia masih mengikuti induknya), dan jika sudah mencapai jumlah 40 ekor, zakatnya seekor sapi musinnah (berusia 2 tahun dan masuk ke tahun ketiga, disebut musinnah -artinya bergigi karena sudah mulai tampak giginya). Dan jika sudah berjumlah 60 ekor, zakatnya 2 ekor anak sapi. Dan jika sudah berjumlah 70 ekor sapi, zakatnya satu ekor tabi’ dan satu ekor musinnah. Jika sudah berjumlah 80 ekor, zakatnya 2 ekor musinnah. Jika sudah mencapai 90 ekor, zakatnya 1 musinnah dan 2 ekor tabi’. Jika berjumlah 100 ekor sapi, zakatnya 2 musinnah dan 1 ekor tabi’.
Dalil masalah ini adalah hadits Masruq dari Mu’adz bin Jabal. Muadz berkata, “Rasulullah saw. mengutusku ke Yaman, dan menyuruhku untuk mengambil setiap 30 ekor sapi, seekor tabi’ jantan atau betina, dan setiap 40 ekor zakatnya satu ekor musinnah.”
Namun, Said bin Al Musayyib dan Ibnu Syihab Az Zuhriy berpendapat bahwa nishab sapi adalah sama dengan nishab onta, yaitu 5 ekor. Imam At-Thabari berpendapat bahwa nishab onta adalah 50 ekor.

4. Zakat Kambing
Hukumnya wajib berdasarkan As-Sunnah dan Ijma’. Abu Bakar r.a. memberikan catatan kepada Anas r.a. tentang nishab hewan ternak, seperti yang telah disebutkan di depan. Al-Majmu’ (Imam An-Nawawi) dan Al-Mughni (Ibnu Qudamah) menyebutkan telah terjadi ijma’ tentang wajib zakat kambing. Besar zakat kambing seperti yang ditulis Abu Bakar r.a. dapat dilihat dalam table berikut ini:
Mulai
Sampai
Besar zakat wajibnya
1
39
Tidak wajib zakat
40
120
Seekor kambing
121
200
Dua ekor kambing
201
299
Tiga ekor kambing
300
399
Empat ekor kambing
400
499
Lima ekor kambing
Berikutnya setiap seratus ekor kambing zakatnya satu ekor kambing
Perlu dicatat di sini, bahwa syariah Islam meringankan zakat kambing. Semakin banyak, zakatnya 1%, padahal persentase zakat yang lazim 2,5%. Hikmah yang tampak adalah, bahwa kambing itu banyak yang kecil karena dalam setahun ia beranak lebih dari sekali, dan setiap kali beranak lebih dari satu ekor, terutama domba. Kambing-kambing kecil ini dihitung, tetapi tidak bisa digunakan untuk membayar zakat. Dari itulah keringanan ini tidak menjadi kecemburuan pemilik onta dan sapi atas pemilik kambing. Sedangkan bilangan 40 pertama, wajib mengeluarkan zakatnya seekor kambing, karena di antara syaratnya -menurut yang rajah (kuat)– 4 ekor kambing itu telah dewasa. Dan inilah pendapat madzhab Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i dalam membahas zakat seluruh hewan ternak.
Zakat hewan lain
1. Para ulama bersepakat bahwa kuda untuk transportasi dan jihad fi sabilillah tidak diwajjibkan zakat. Sedangkan yang diperdagangkan, wajib dikeluarkan zakat dagangan. Demikian juga kuda yang dikurung, tidak wajib zakat karena yang wajib dizakati adalah hewan yang digembalakan.
2. Sedangkan untuk kuda gembalaan yang dilakukan seorang muslim untuk memperoleh anaknya –kudanya tidak hanya jantan–, Abu Hanifah berpendapat tentang wajibnya zakat kuda ini, yaitu satu dinar setiap ekornya untuk kuda Arab, atau senilai 2,5% dari perkiraan harga kuda untuk kuda non Arab.
3. Jika kemudian berkembang jenis-jenis hewan baru yang menjadi peliharaan untuk pengembangan dan memperoleh hasilnya, seperti keledai, apakah ada kewajiban zakatnya? Para ulama modern seperti Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khallaf, dan Yusuf Qardhawi mengatakan wajib zakat. Karena qiyas masalah zakat dapat dianalisis alasan hukumnya. Umar r.a. mewajibkan zakat kuda karena alasan yang logis, dan diikuti oleh Abu Hanifah. Nishab yang digunakan adalah senilai 20 mitsqal emas, dengan wajib zakatnya 2,5%. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa nishab hewan itu adalah dua kali lipat nishab uang, minimal berjumlah 5 ekor, dan senilai 5 ekor onta atau 40 kambing.
Syarat Zakat Hewan Ternak
1. Bebas dari aneka cacat, tidak sakit, tidak patah tulang, dan tidak pula pikun. Kecuali jika seluruh ternak mengalami cacat tertentu, maka diperbolehkan mengeluarkan zakatnya dari yang cacat ini.
2. Betina, bagi yang mensyaratkan. Dalam kasus ini tidak boleh mengambil zakat jantan, kecuali jika lebih dewasa. Menurut madzhab Hanafi diperbolehkan zakatnya dengan uang senilai hewan yang harus dikeluarkan.
3. Umur hewan. Ada beberapa hadits yang membatasi umur hewan zakat ternak. Maka harus terikat dengan ketentuan ini. Jika tidak ada yang memenuhi standar umur itu, maka diperbolehkan mengeluarkan yang lebih besar atau yang lebih kecil, dan mengambil selisih harganya menurut madhab Syafi’i. Sedang menurut Abu Hanifah dibayar dengan uang senilai hewan yang wajib dikeluarkan.
4. Sedang. Pemungut zakat tidak boleh mengambil yang paling bagus atau yang paling buruk, akan tetapi mengambil kualitas sedang, dengan memperhatikan posisi pemiliki dan fakir miskin sebagai mustahiq.
Ternak dimiliki oleh beberapa pemilik
Jika ada dua orang yang menggabungkan ternaknya, maka penggabungan ini tidak mempengaruhi nishab maupun zakat menurut Abu Hanifah, masing-masing berkewajiban mengeluarkan zakatnya sendiri-sendiri ketika sudah mencapai nishabnya. Tetapi menurut madzhab Syafi’i, penggabungan hewan ternak dapat mempengaruhi nishab dan zakat, sepertinya ia menjadi milik satu orang dengan syarat:
1. Kandang penginapannya menyatu
2. Tempat peristirahatanya satu
3. Tempat penggemabalaannya menyatu
4. Penggabungan itu sudah berlangsung satu tahun
5. Yang digabung itu sudah mencapai satu nishab
6. Masing-masing penggabung adalah orang secara pribadi berkewajiban zakat
seperti dua orang yang bergabung satu orang memiliki dua puluh ekor kambing, dan yang kedua memiliki empat puluh ekor kambing.
  • menurut Abu Hanifah, yang pertama tidak wajib zakat karena belum mencapai satu nishab dan yang kedua wajib zakat, satu ekor kambing
  • menurut madzhab Syafi’i, kedua orang itu hanya wajib memabyar satu ekor kambing.
Dari sini terlihat bahwa madzhab Hanfi lebih dekat dengan prinsip keadilan dan kemaslahatan orang fakir, akantetapi madzhab Syafi’i dengan keputusannya itu lebih dekat kepada sistem korporasi modern, terutama korporasi partisipasif, nishabnya lebih simple dan lebih mudah.
Zakat Madu dan Produk Hewani
1. Zakat madu hukumnya wajiib menurut madzhab Hanbali dan Hanafi. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits dari Rasulullah saw. dan para sahabatnya, yang saling menguatkan, di antara yang kuat adalah riwayat Abu Daud dan An-Nasa’i: Hilal (seorang dari Bani Qai’an) mendatangi Rasulullah saw. dengan membawa sepersepuluh madu lebahnya. Rasulullah memintanya untuk menjaga lembah yang bernama lembah Salbah, lalu ia menjaga lembah itu. Ketika Umar r.a. menjadi khalifah, Sufyan bin Wahb menulis surat kepada Umar bin Khaththab menanyakan hal ini. Lalu Umar menjawab, “Jika ia masih membayar sepersepuluh yang pernah diberikan di masa Rasulullah, maka silahkan ia menjaga lembah Salbah, dan jika tidak, maka sesungguhnya mereka itu lebah hujan yang dimakan oleh siapa saja.”
2. Persentase zakatnya adalah sepersepuluh setelah dikurangi biaya produksi jika ada.
3. Menurut Abu Hanifah, tidak ada nishab zakat madu, tetapi diambil zakatnya dari berapapun jumlahnya sedikit ataupun banyak. Menurut Abu Yusuf, nishabnya ketika sudah senilai lima wisq, yaitu nishab terkecil barang-barang yang dapat ditimbang.
4. Hasil-hasil hewani seperti susu, sutera, telur, dan daging yang menjadi kakayaan besar di zaman sekarang ini. Apakah wajib zakat?
  • Jika zakat sudah diambil dari fisik hewannya seperti sapi sebagai pengahsil susu, maka ketika itu tidak wajib zakat susu.
  • Jika belum diambil zakat fisik hewannya, seperti ayam dan sejenisnya, maka ketika itu diambil zakat dari hasilnya, dikiaskan dengan madu yang merupakan hasil lebah, atau diqiaskan dengan tanah yang dikeluarkan hasilnya bukan tanahnya.
  • Nishab zakat ini senilai lima wisq, yang merupakan nishab terendah dari hasil tanaman yang ditimbang, yaitu 653 kg. Persentasenya sepersepuluh jika diqiaskan dengan tanah yang disiram dengan air hujan, dan seperduapuluh jika disiram dengan alat, di mana muzakki mengeluarkan dana untuk biaya produksinya.
  • Dan sangat mungkin ditentukan persentase zakatnya 2,5% jika dipertimbangkan bahwa produk hewani sama dengan harta perdagangan, diabayarkan dari modal dan hasil.
Catatan Kaki:
[1] Al Majmu’ Imam Nawawi
[2] Al Bahru ar Raiq, Ibn Nujaim


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/09/19/1020/zakat-syarat-wajib-zakat-dan-harta-yang-wajib-dizakati/#ixzz2wbID2zQG.